Realisasi Produksi beras nasional pada oktober 2022 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan karena pergeseran musim panen dan banjir. Dalam kurun lima tahun terakhir, konsumsi beras cenderung lebih tinggi dibandingkan produksi beras di dalam negeri. Untuk jadi perhatian karena berkaitan dengan distribusi suplai beras nasional.
Beras adalah kebutuhan pokok konsumsi utama bagi hampir seluruh penduduk Indonesia, termasuk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sangat strategisnya komoditas ini, maka kebijakan pengelolaan beras berada dalam intervensi penuh pemerintah. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan, manajemen pengelolaan beras mempunyai tantangan tersendiri.
Baca Juga: Kemensos Salurkan 7 Truk Bermuatan 50 Ton Bantuan Beras ke Korban Gempa Cianjur
Dari manajemen pasokan, harga dan rantai distribusi harus diperhatikan karena merupakan faktor utama. Selain itu, optimalisasi lahan juga membutuhkan strategi yang tepat sehingga struktur dan pertumbuhan ekonomi tetap stabil. Kebijakan optimalisasi lahan harus dilakukan dengan total dan mendapat tempat prioritas utama pembangunan oleh pemerintah di wilayah Kepulauan Bangka Belitung.
Beras termasuk dalam kategori komoditas pangan utama, dalam struktur ekonomi dan masuk dalam kategori sektor pertanian. Produksi komoditas beras dapat dimasukkan dalam perkembangan pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Kabupaten Bangka Tengah saat ini mempunyai lahan tanam padi paling sedikit dibandingkan Kabupaten lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Sehingga untuk produktivitas berasnya juga paling sedikit juga pastinya mempengaruhi harga beras dan ketersediaan beras sehingga Kabupaten Bangka Tengah masuk kategori daerah rentan rawan pangan. Daerah Rentan Rawan Pangan, artinya daerah yang apabila tidak disupervisi dapat menjadi daerah rawan pangan.
Beberapa Indikator Penyebab Daerah Rawan Pangan:
1. Rasio luas baku lahan pertanian terhadap jumlah penduduk desa (Luas Baku Lahan Pertanian)
2. Rasio jumlah sarana dan prasarana penyedia pangan terhadap jumlah rumah tangga (Sapras penyedia Pangan)
Baca Juga: Bendungan Sadawarna Bantu Indramayu Surplus Beras
3. Rasio penduduk dengan tingkat kesejahteraan terendah terhadap jumlah penduduk (Penduduk Tidak Sejahtera)
4. Desa yang tidak memiliki akses penghubung memadai (Akses Penghubung)
5. Rasio jumlah rumah tangga tanpa akses air bersih terhadap jumlah rumah tangga (Tanpa air bersih)
6. Rasio jumlah penduduk desa per tenaga kesehatan terhadap kepadatan penduduk (Tenaga Kesehatan)
Selain yang Kerawanan pangan tersebut terjadi akibat ketimpangan antara produksi dengan kebutuhan masyarakat juga ketimpangan produksi pangan dibanding kebutuhan, kerawanan juga dipicu persentase penduduk miskin yang relatif tinggi, prevalensi balita yang kekurangan gizi kronis (stunting), hingga akses air bersih yang masih terbatas.
Bangka Tengah sendiri saat ini memiliki penduduk sejumlah kurang lebih 201.861 jiwa. Jika diasumsikan rata rata konsumsi beras per kapita per hari sebesar 260,84 gram per hari, maka kebutuhan beras penduduk rata-rata per tahun diperkirakan mencapai 19.859,43 Ton. Mengacu pada perbandingan produksi dan kebutuhan beras penduduk diatas, terdapat selisih devisit produksi sebesar 19025,23Ton. Angka tersebut mengisayatkan bahwa Bangka Tengah masuk kategori Daerah Rawan Pangan yang belum mampu mencapai swasembada beras.
Baca Juga: Stok Beras Dipastikan Aman hingga Tahun Baru
Jaringan sinergi lintas antarsektor bisa dijadikan sebagai salah satu model penanggulangan rawan pangan. Seperti pembangunan Desa Percontohan pengentasan kerawanan pangan di daerah pedesaan, pemanfaatan kearifan lokal dan inovasi teknologi hasil penelitian dan pengembangan pertanian, salah satu contohnya adalah pendampingan dan pengawalan budidaya padi di musim kemarau pada lahan tadah hujan di kawasan Bangka Tengah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: