Dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua, Kementerian Dalma Negeri (Kemendagri) menerapkan otonomi khusus (otsus) di wilayah Papua termasuk di wilayah Provinsi Papua Barat Daya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mengatakan, penerapan otsus ini dimaksudkan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan manusia di Papua.
Baca Juga: Kemendagri Serahkan Dokumen RKPD Tahun 2023 kepada DOB Papua Barat Daya
"Dibandingkan dengan tempat lain, (penerapan otsus di Papua) agar dia (Papua) bisa mengejar ketertinggalan pembangunan bidang kesehatan, begitu pula di perekonomian dan infrastruktur. Oleh karena itu, kita melihat dari kekhususan dari Papua yang ingin dicapai tadi dengan Human Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia," katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/1/2023).
Dalam Rapat Kerja (Raker) Bupati/Wali Kota se-Provinsi Papua Barat Daya, Rabu kemarin, secara virtual, disampaikan bahwa IPM diukur dengan tiga variabel, yaitu pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Tingkat pendidikan diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka jumlah buta huruf. Kemudian, tingkat kesehatan diukur dari angka harapan hidup atau umur harapan hidup bayi saat lahir.
"Makin banyak bayi yang meninggal saat dilahirkan, makin buruk tingkat kesehatan di daerah tersebut, makin sedikit tidak ada yang meninggal saat dilahirkan, pembangunan kesehatan di daerah itu meningkat. Kelihatannya indikator ini gampang, tetapi untuk bisa menyelamatkan bayi saat dilahirkan Bapak dan Ibu harus membenahi seluruh infrastruktur kesehatan," terangnya.
Suhajar mengatakan, otsus di Papua juga diperuntukkan bagi kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Daerah yang ingin memperbesar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus memperbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dengan demikian, produksi barang dan jasa dari berbagai pekerjaan masyarakat seperti petani, nelayan, dan pengusaha perlu ditingkatkan.
"Semuanya dihitung berapa barang dan jasa yang dihasilkannya, jumlahkan secara tetap itulah jumlah Produk Domestik Regional Bruto. (PDRB) dibagi dengan jumlah penduduk menjadi income per kapita PDRB. Baru kita tahu berapa PDRB kita dan berapa ketimpangannya. Gini rasionya dihitung di situ," jelasnya.
Dia menambahkan, apabila 40% rakyat mendapat PDRB di bawah 15%, akan terjadi ketimpangan atau jumlah rakyat miskin terlalu banyak. Suhajar menegaskan, otsus di Papua Barat Daya diprioritaskan untuk pembangunan IPM tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: