Bukan Cuma Palestina, Orang Israel Sendiri Waswas dengan Netanyahu yang Coba-coba 'Pilih' Hakim Agung
Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, berencana mengatur ulang panel untuk memilih hakim sehingga pemerintahan sayap kanan dapat meningkatkan pengaruhnya untuk menunjuk hakim Mahkamah Agung. Hal ini tertuang rancangan undang-undang (RUU) yang diterbitkan pada Rabu (11/1/2023).
Reformasi peradilan yang diupayakan Netanyahu menimbulkan kekhawatiran di dalam Israel dan di luar negeri terkait kesehatan demokrasi negara itu. Netanyahu mengatakan, dia akan menjaga independensi peradilan.
Baca Juga: Gak Ada Baik-baiknya, Demokrasi Israel Justru Merosot di Tangan Benjamin Netanyahu karena...
Saat ini panel untuk memilih hakim terdiri atas tiga hakim agung, dua menteri kabinet, dua anggota parlemen, dan dua pengacara. Setidaknya diperlukan 7-2 suara untuk menyetujui pemilihan hakim. Ini ambang batas yang dirancang untuk mendorong kompromi.
Di bawah RUU yang disusun Menteri Kehakiman Yariv Levin, panel tersebut akan diperluas menjadi 11 anggota. Tujuh di antaranya disejajarkan atau didatangkan oleh pemerintah, sehingga memberikan potensi mayoritas secara otomatis.
Jumlah anggota parlemen di panel akan ditambah menjadi tiga. Dua di antaranya dari koalisi pemerintahan, dan jumlah menteri kabinet yang berpartisipasi juga akan ditambah menjadi tiga.
Dua pengacara yang ada dalam panel sebelumnya diganti dengan dua tokoh masyarakat yang dipilih oleh Menteri Kehakiman. Sementara hanya satu pengacara yang dilibatkan dalam panel baru.
Perundang-undangan yang dibentuk Levin selanjutnya akan mengendalikan Mahkamah Agung dengan meminta keputusan bulat untuk membatalkan undang-undang dasar, atau kuasi-Konstitusi Israel yang disahkan oleh parlemen. RUU ini juga akan menghapus "kewajaran" sebagai standar peninjauan kembali putusan Mahkamah Agung terhadap otoritas pemerintah.
Netanyahu kembali menjabat sebagai perdana menteri Israel setelah memenangkan pemilihan pada November. Dia mulai membentuk koalisi pemerintahan sayap kanan.
Mantan menteri kehakiman Israel, Gideon Sa'ar, menyebut rencana itu sebagai perubahan rezim. Dia memperingatkan perubahan sistem akan menyebabkan krisis konstitusional. Kritikus juga mencatat, reformasi peradilan yang diusulkan Levin dapat mengakibatkan pembatalan proses korupsi terhadap Netanyahu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: