Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Merasa Paling Satu-Satunya, Ternyata Oh Ternyata Penentu Kemenangan PDIP Bukan Hanya Megawati, Tetapi Juga...

        Merasa Paling Satu-Satunya, Ternyata Oh Ternyata Penentu Kemenangan PDIP Bukan Hanya Megawati, Tetapi Juga... Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Presiden Jokowi menjadi objek pembicaraan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, dalam pidato HUT Ke-50 PDIP beberapa waktu lalu. 

        "Pak Jokowi itu ya ngono loh, mentang-mentang. Lah iya, padahal Pak Jokowi kalau enggak ada PDI Perjuangan juga, duh kasihan, dah," ucap Megawati, dilansir dari JPNN, Sabtu (14/1/2023).

        Pengamat politik Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi, menilai pidato Megawati Soekarnoputri tersebut tidak mengerdilkan posisi Presiden Jokowi. 

        Baca Juga: Megawati Rendahkan Harga Diri Presiden, Rocky Gerung Gak Heran: Jokowi Pasti Tunduk karena Sudah Gagal....

        "Harus dipahami bahwa memang acara itu dimaksudkan sebagai perayaan di dalam keluarga besar dan masyarakat biasa. Sebab sejak awal didesain merupakan acara internal partai," kata Haryadi dalam keterangan yang diterima di Surabaya, Jumat (13/1/2023) lalu. 

        Dia mengatakan, yang paling banyak diundang hadir adalah level akar rumput, yaitu pengurus ranting partai dan Satgas Cakra Buana. Pimpinan partai politik lain yang merupakan level elite memang tak diundang. Bahkan level menteri di kabinet Presiden Jokowi tak semuanya diundang.

        Baca Juga: Habis Dapat Restu Jokowi, Yusril Tiba-tiba Dukung Kubu Megawati Soal Sistem Proporsional Tertutup

        "Layaknya dalam keluarga, bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun internal political market dan militansi para kader.”

        PDIP termasuk salah satu partai yang dengan political ID atau identitas politik yang paling kuat. Itu berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama bertahun-tahun," lanjutnya.

        Cara berpolitik demikian sudah terbukti membuahkan hasil. PDIP Punya Megawati dan Jokowi Haryadi menjelaskan faktor yang membuat PDIP berhasil di Pemilu 1999.

        Selanjutnya, Pemilu 2004 dan 2009, PDIP gagal bahkan terlempar keluar dari kekuasaan. Berikutnya lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP merebut kembali kekuasaan. Kemenangan Pileg dan sekaligus Pilpres pada tahun 2014 dan 2019 itu, merupakan rekor baru dalam politik kepemiluan di Indonesia. Faktor penentu kemenangan dua kali berturutan itu adalah karena PDIP beruntung memiliki dua figur role model sekaligus, yaitu Megawati dan Jokowi.

        Baca Juga: Pengamat Sebut Belum Ada Kata Sepakat di Internal PDIP Soal Capres: Faksi Ganjar Pranowo Vs Faksi Puan Maharani!

        "Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa pun potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem Pemilu proporsional terbuka," ujar Haryadi.

        “Nah, sebenarnya jika kita bisa menelaah lebih dalam, sesungguhnya bukti di atas menguatkan betapa penting posisi Jokowi dalam point of view Megawati selaku Ketua Umum PDIP, tanpa melupakan kejelian Mega sebagai leader maker dan jiwanya sebagai seorang negarawan.”

        "Bu Mega menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi. Dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku," katanya.

        Baca Juga: Dahsyatnya Power Megawati, Bukan Hanya Sekali Jokowi Dibuat Tertekan: Coba Lihat....

        Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia. Maka, lanjut dia, bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi. Haryadi menyarankan agar semua pihak pihak meletakkan tiap kalimat dalam konteksnya.

        "Jangan memenggal tanpa konteks. Kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal," ucapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: