Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Capai Usia Satu Abad, Sa'dullah Affandy Ungkap 5 Aspek Keberhasilan NU

        Capai Usia Satu Abad, Sa'dullah Affandy Ungkap 5 Aspek Keberhasilan NU Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peringatan satu abad Nahdlatul Ulama (NU) yang jatuh pada Selasa (7/2/2023) atau (16 Rajab 1344-16 Rajab 1444 H) merupakan satu abad pertama yang penting. Mulai dari era kolonialisasi Belanda, Jepang, Sekutu, era kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi dengan beragam presiden.

        Direktur Eksekutif SAS Institute, Sa'dullah Affandy menjelaskan terdapat lima aspek keberhasilan satu abad NU yang telah tercapai. Pertama, NU sebagai organisasi dengan jamaah para pelestari tradisi berhasil mempertahankan diri dengan pengikut terbesar di indonesia, bahkan di dunia.

        Baca Juga: Hadir Dengan Sarung dan Peci di Harlah Seabad NU, AHY Dipuji Pengamat: Makin Berakar Berkat Rajin Silaturahmi

        Kedua, sebagai organisasi dengan massa terbesar, NU telah berhasil berperan dalam politik tanah air. Mulai dari prakemerdekaan, kemerdekaan, hingga pascakemerdekaan.

        "Bahkan dalam mengatasi pemberontakan Partai Komunis Indonesia, NU menjadi organisasi sipil yang paling aktif terlibat dalam menumpas pemberontakan," kata dia dalam keteranganya.

        Ketiga, pada dunia pendidikan, NU dengan pesantrennya berhasil mengintegrasikan antara pendidikan modern (sekolah formal) namun tetap mempertahankan identitasnya. Saat ini dapat dilihat pesantren NU semakin berkembang pesat dengan lembaga pendidikan formal yang ada di dalamnya.

        Keempat, terkait kebudayaan, NU telah menjadi garda terdepan sebagai aktor pelestari kebudayaan lokal.

        Baca Juga: Firli: Ceramah Kiai NU yang Teduh bikin Nilai Antikorupsi Mudah Diterima dan Dijalani

        "Tradisi-tradisi yang oleh kalangan modernis diharamkan, justru dimodifikasi oleh NU menjadi sesuatu yang bernuansa Islam dan bermuatan dakwah sebagaimana ajaran para Wali Songo," ucapnya.

        Kelima, NU telah menjadi penyokong utama beragam agenda pemerintah, terutama terkait isu radikalisme beragama di Indonesia. Secara representasi telah berhasil mewujudkan Islam rahmatan lil alamin bagi dunia luar.

        Catatan Menuju Abad Kedua NU

        Menuju abad kedua, banyak hal yang dapat dilakukan NU, Sa'dullah melanjutkan, pertama meski secara kuantitas menjadi mayoritas, namun faktanya NU masih memiliki banyak kelemahan, baik di bidang ekonomi maupun Sumber Daya Manusia terutama terkait domain riset dan teknologi.

        "Era di mana teknologi digital menjadi primadona, adalah sebuah keniscayaan bagi NU untuk melakukan pemberdayaan ummatnya di ranah ini," ujarnya.

        Baca Juga: Dampingi Jokowi dengan Nuansa Serba Putih, Wapres Ma'ruf Amin Sampaikan Pesan Penting untuk NU

        Kedua, NU yang selalu berperan penting dalam setiap peristiwa politik di tanah air, NU secara politik kerap ditinggal ketika berbicara sharing kekuasaan.

        Ketiga, walaupun pesantren masih eksis saat ini, namun masih kental dengan asumsi pesantren hanya melahirkan ulama yang mengusai kitab kuning dan memimpin tahlil atau ritual keagamaan.

        "Ke depan, sesuai dengan tantangan poin pertama dan kedua di atas, pesantren harus mulai memikirkan kurikulum yang berorientasi pada penguasaan teknologi informasi bagi para santrinya," kata dia melanjutkan.

        Baca Juga: Berdiri Bersama Buruh dan Petani, Kiai NU Minta Jokowi Tak Revisi PP 109/2012

        Terakhir, meski telah berkembang pesat dan kaum Nahdliyyin tersebar di mana-mana, namun basis massa NU tetap adalah warga pedesaan sebagaimana Islam tradisional berada.

        "Secara ekonomi, masih berada di kelas menengah ke bawah sehingga pekerjaan besar ke depan adalah menciptakan para saudagar baru di NU," jelas Sa'dullah.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: