Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Awas, Privatisasi PGE dan Anak-anak Usaha BUMN Enggak Boleh Rugikan Rakyat!

        Awas, Privatisasi PGE dan Anak-anak Usaha BUMN Enggak Boleh Rugikan Rakyat! Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Koalisi Rakyat Menolak Privatisasi BUMN menegaskan bahwa rencana swastanisasi melalui skema penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) terhadap anak-anak usaha BUMN terutama Pertamina dan PLN telah mengkhianati UUD 1945.

        Rencana tersebut dinyatakan oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 20 Januari 2020. Kini proses IPO yang dimotori oleh Kementerian BUMN memasuki tahap akhir dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

        Baca Juga: Tolak IPO PGE yang Bakal Segera Rampung, Begini Alasan Serikat Pekerja FKPPA

        Terkait Pertamina Geothermal Energy (PGE), sahamnya 100% dimiliki oleh Pertamina. PGE merupakan penyelenggara usaha bidang panas bumi penghasil tenaga listrik yang 100% dayanya dijual kepada PLN. 

        Kementrian BUMN rencananya akan menjual 25% saham PGE, yang dikatakan bertujuan untuk memperoleh dana murah, meningkatkan transparanasi dan akuntabilitas, serta berbagai alasan lain.

        Apapun alasan pemerintah, yang pada dasarnya dapat dibuktikan merupakan alasan-alasan absurd, mengada-ada dan mengkhinati UUD 1945. Koalisi Rakyat Menolak Privatisasi BUMN menyatakan penolakan atas rencana privatisasi PGE karena alasan sebagai berikut.

        Pertama karena melanggar Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; (2) Melanggar Pasal 3 butir (a) dan Pasal 4 ayat (1) UU Panas Bumi No.21/2014 yang memerintahkan agar eksploitasi Panas Bumi diselenggarakan untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi serta bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

        Sementara yang ketiga Melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/2012 dan No.85/2013 yang mengamanatkan agar penguasaan SDA oleh negara harus dikelola BUMN agar bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat; (4) Melanggar UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, karena SDA panas bumi dan pemilik manfaatnya melalui PGE adalah Pemerintah Republik Indonesia. Kementrian BUMN telah merekayasa pemilikan Kekayaan Negara tersebut melalui manipulasi pembentukan anak/cucu BUMN, sehingga Aset Negara dengan mudah dimiliki swasta.

        Kelima, mengurangi penerimaan negara/APBN dan keuntungan BUMN karena dilakukannya proses unbundling, yaitu memisah-misahkan rantai bisnis Pertamina menjadi sejumlah anak-anak usaha atau sub-holding. Subholding yang merugi akan menjadi beban negara atau rakyat. Sedangkan subholding yang paling menguntungkan (crean de la cream) akan dijual kepada swasta dan asing, termasuk perusahaan oligarkis. Akhirnya merekalah yang akan menikmati manfaat terbesar dari SDA milik rakyat.

        Keenam, meningkatnya beban ekonomi rakyat akibat naiknya tarif energi sebagai dampak negatif  proses unbundling pelayanan public utilities. Teori ekonomi/bisnis telah mengkonfirmasi dampak negatif proses unbundling rantai bisnis energi ini.

        Ketujuh karena turunnya pendapatan, akan mengurangi kemampuan BUMN/Pertamina melakukan cross-subsidy, menjalankan tugas perintisan, membangun serta menyediakan jasa dan pelayanan kepada masyarakat tidak mampu dan wilayah terpencil dan tertinggal. Hal ini jelas meningkatkan kesenjangan pendapatan kaya miskin dan kemajuan antar wilayah.

        Yang kedelapan menyediakan jalan bagi para pemilik modal, investor asing, para pengusaha oligarkis dan negara kapitalis untuk menjajah dan menghisap sumber-sumber kekayaan negara dan ekonomi rakyat. Bukannya menangkal, Pemerintah Indonesia malah aktif mendukung agenda penghisapan potensi penerimaan APBN dan pemiskinan rakyat, dimana sejumlah oknum-oknum pejabat yang tergabung oligarki kekuasaan ikut pula berburu rente dalam proses privatisasi tersebut.

        Sementara yang kesembilan, pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa IPO subholding BUMN bertujuan mencari dana murah adalah manipulasi informasi tendensius. Erick Thohir membohongi masyarakat, karena dana IPO pada dasarnya lebih mahal dari pinjaman bank. Faktanya Pertamina telah memperoleh kredit dengan tingkat bunga rendah tanpa IPO. Sejak 2011 hingga awal 2021 total obligasi Pertamina sekitar US$ 14 miliar dengan tingkat bunga (kupon) 1,4% - 6,5% (weighted average: sekitar 4,60%). Nilai kupon tersebut ternyata lebih rendah dibanding kupon PGN yang telah IPO, yakni 5,125% (US$ 1,35 miliar, 5/2014).

        Lanjut ke-10 karena saham negara di Pertamina/PGE masih 100%, jaminan pemerintah terhadap Pertamina otomatis melekat. Sehingga tanpa IPO, PGE justru dapat mengkases dana lebih murah. Bahkan BUMN sering memperoleh hibah atau pijaman bunga 0%, hal yang tidak akan diperoleh oleh BUMN yang sudah go public.

        Yang terakhir adalah karena sebagian besar masalah kinerja/GCG BUMN justru berasal dari pemerintah, seperti penempatan tim sukses, mengangkat teman dekat jadi komisaris, menunggak/membebani subsidi, menjadikan BUMN sebagai sapi perah, dll. Cara terbaik memperbaiki GCG BUMN adalah merubah status menjadi non-listed public company (NLPC).

        Bahwa sebagai perusahaan milik negara, Pertamina beserta afiliasinya memiliki aset-aset yang dikelola dengan tata kelola yang diatur oleh negara. Dalam tata kelola tersebut, hak pengawasan sesuai peraturan ada di tangan pemerintah dan juga DPR sebagai wakil rakyat. DPR harus menggunakan hak pengaturan dan pengawasan dalam proses privatisasi PGE demi UUD 1945, ketahanan energi, kedaulatan negara dan energi murah bagi rakyat.

        Akhirnya, kami kembali menuntut agar Pemerintah Indonesia terutama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI untuk segera membatalkan rencana privatisasi PGE dan juga anak-anak usaha Petamina yang lain, seperti Pertamina Hulu Energy (PHE), Pertamina International Shipping (PIS), dan seluruh afiliasi Pertamina grup lainnya melalui proses IPO maupun modus penjualan saham lainnya.

        Koalisi Rakyat Menolak Privatisasi BUMN

        1. Dr. Mawan Batubara (Koordinator)

        2. Prof. Sri-Edi Swasono, Guru Besar UI

        3. Prof. Mukhtasor, Guru Besar ITS

        3. Prof. Daniel M. Rosyied, Guru Besar ITS.

        7. Prof. Juajir Sumardi, Guru Besar Unhas

        4. Dr. Said Didu, Mantan Sekjen KBUMN

        5. Dr. Anthony Budiawan, PEPS

        6. M. Mursalin, CSIL 

        9. Arie Gumilar, FSPPB

        10. Ugan Gandar, Pengamat Migas 

        11. Faisal Yusra, KSPMI

        12. Rifqi Nuril Huda, DEM

        13. Surisno, FSPPB

        14. Muhsin Budiono, FSPPB

        15. Dst. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: