Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Temuan terkait Periklanan Digital The Trade Desk dalam Aktivitas Open Internet di Indonesia

        Temuan terkait Periklanan Digital The Trade Desk dalam Aktivitas Open Internet di Indonesia Kredit Foto: Tri Nurdianti
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Perusahaan teknologi penyedia layanan pembelian inventori iklan secara digital, The Trade Desk pada Rabu, 15 Februari 2023 merilis sebuah laporan riset terbaru yang dikerjakan bersama dengan Kantar terkait open internet di Indonesia berjudul "Gateway to the Open Internet".

        Dalam riset ini, The Trade Desk mencatat lima temuan utamanya terutama terkait dengan periklanan digital di open internet Indonesia.

        Berdasarkan pengertiannya, open internet (OI) atau internet terbuka memiliki sifat yang bebas untuk semua orang, di mana OI tidak dikendalikan oleh perorangan, bisnis, maupun badan pemerintah.

        Baca Juga: Tingkatkan Digitalisasi Peternak Ayam, Danamas Gandeng Pitik untuk Kolaborasi

        Country Manager-Client Services Indonesia, The Trade Desk, Florencia Eka dalam acara bersama media, Rabu (15/2/2023), menyampaikan, "open internet terdiri dari saluran media seperti berita/situs web/blog, over the top (OTT), connected TV (CTV), music streaming, dan game online."

        Kebalikan dari OI, yaitu Walled Garden merupakan ekosistem tertutup yang dikendalikan oleh beberapa raksasa teknologi yang memiliki konten dan media, serta memiliki kendali penuh pada teknologi yang digunakan untuk menargetkan, menampilkan, dan mengukur efektivitas iklan. Beberapa walled garden terbesar antara lain Google, Facebook, Instagram, Shopee, dan YouTube.

        Dalam riset Gateway to the Open Internet, The Trade Desk bersama dengan Kantar melalukan pendekatan dua arah melalui survei yang dilakukan kepada 1.000 masyarakat Indonesia berusia 16-65 tahun pada September 2022.

        Hasil riset mempertimbangkan usia dan jenis kelamin untuk menjadi representatif secara nasional. Tidak hanya itu, The Trade Desk juga melakukan wawancara kepada agensi dan pemasar besar di wilayah Asia Pasifik, termasuk ahli dari India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Taiwan.

        Adapun lima temuan utama dari hasil riset yang terkait dengan periklanan digital di Indonesia antara lain:

        1. Pengeluaran iklan digital di platform tertutup jauh melebihi waktu yang dihabiskan konsumen di internet.

        "Kami menemukan bahwa open internet itu berada di tengah panggung konsumsi digital Indonesia. Lebih dari 190 juta masyarakat Indonesia sudah menggunakan open internet dan dari 283 jam yang dihabiskan masyarakat Indonesia di media digital dalam satu bulan, 55%-nya itu dihabiskan di saluran open internet dengan catatan 45%-nya digunakan untuk sosial media, di User Generated Content (UGC), dan live streamng," terang Florencia.

        Meskipun pengeluaran iklan di walled garden tiga kali jauh lebih besar, namun statistika menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan 55% waktunya di OI. Penggunaan OI pun mengalami peningkatan di mana berdasarkan riset dari The Trade Desk, 7 dari 10 orang telah melakukan peningkatan penggunaan OI dalam kurun waktu satu tahun.

        2. Warga Indonesia cenderung menganggap merek yang beriklan di OI lebih premium dan terpercaya.

        Florencia menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia yang melek digital sangat selektif terhadap pemilihan kualitas konten yang dikonsumsi. Dalam pemilihan konten, faktor utama yang memengaruhi antara lain konten premium (44%) dan kredibilitas (25%). Di sini, OI menjadi tempat bagi masyarakat untuk menemukan konten yang diinginkan, terutama pada konten OTT/CTV dan streaming musik/audio yang paling banyak diasosiasikan dengan konten premium dan kredibel. Karenanya, riset mencatat bahwa sebanyak 67% konsumen cenderung mempercayai merek yang beriklan di konten video OTT dibandingkan dengan YouTube

        3. OI menawarkan daya ingat iklan yang lebih baik bagi merek.

        Riset menemukan bahwa sebanyak 25% warga Indonesia lebih mungkin menerima iklan di OI. Iklan-iklan ini tidak terlalu menganggu jika dibandingkan dengan iklan yang ada di walled garden. Penggunaan OI relatif lebih tinggi dibandingkan dengan media sosial dan paltform UGC pada waktu sebelum makan siang dan setelah jam kerja.

        4. Perubahan pada konsumen dan kemajuan teknologi iklan akan memacu pertumbuhan OI.

        "Ada tiga tren besar yang kami amati ini membentuk perkembangan open internet ke depannya. Pertama-tama adalah tumbuhnya hiburan on-demand [...] Adopsi hiburan on-demand yang semakin meningkat. Oleh karena itu kita dapat memperkirakan akan semakin banyak brand yang beriklan di OTT karene itu merepresentasikan salah satu saluran yang paling ditonton di open internet," jelas Florencia.

        Ia menambahkan, "selanjutnya, kita melihat pergeseran-pergeseran konsumen dan potensi untuk penghapusa cookies dan ini kalau terjadi akan mengubah secara fundamental sekali bagaimana internet dilakukan. Terakhir, adalah tentang pertumbuhan ecommerce. Pertumbuhan ecommerce yang pesat dan bagaimana first party data mereka menjadi sangat penting dan sangat berharga bagi brand yang akan memimpin masa depan iklan digital."

        5. Sekarang, pemasar dapat melakukan kampanye yang lebih berpengaruh melalui OI.

        Makin banyak konsumen yang menggunakan OI akan mendorong pemasar mempercepat pengeluaran iklan di luar walled garden (platform tertutup). Dengan hasil riset, Florencia menyarankan bahwa pemasar menggunakan OI dalam kampanye pemasaran mereka di OI.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tri Nurdianti
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: