Pakar: Pemerintah Harus Tegur Jaksa Agung Tak Terapkan UU Cipta Kerja Dalam Kasus Duta Palma
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda mengatakan pemerintah harus mengingatkan Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin konsisten menjalankan Undang-undang Cipta Kerja dan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Bahkan, kata dia, UU Cipta Kerja bisa diterapkan dalam kasus dugaan korupsi alih fungsi lahan oleh PT. Duta Palma Grup.
“Mestinya jika pemerintah konsisten dengan Perppu Ciptaker, mesti mengingatkan Jaksa Agung bahwa sikap Kejaksaan berlawanan dengan legal policy pemerintah,” kata Huda saat dikonfirmasi wartawan pada Senin, 20 Februari 2023.
Menurut dia, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi perlu menjadikan pertimbangan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Maka dari itu, biarkan saja jaksa penuntut umum (JPU) berspektif lain.
“Ya harus pakai Perppu Ciptaker. Biar saja (jika JPU berkeras tidak menggunakan UU Ciptaker), itu kam perspektif jaksa,” ujarnya.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar di kesempatan berbeda, juga mengatakan majelis hakim dapat menjadikan pertimbangan pakai Undang-undang Cipta Kerja dalam perkara dugaan korupsi alih fungsi lahan Duta Palma Grup.
“Soal UU Cipta Kerja juka memang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan, bisa dijadikan dasar hukum bagi terdakwa baik untuk pertimbangan meringankan maupun memberatkan. Sepenuhnya menjadi kewenangan hakim,” jelas Fickar.
Seementara, Ahli Manajemen Hutan dari Intitut Pertanian Bogor (IPB), Prof Sudarsono Soedomo mengatakan, PT Duta Palma Group milik Surya Darmadi sudah berusaha untuk memenuhi semua ketentuan yang berlaku terkait perizinan perkebunan kelapa wasit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. “Duta Palma termasuk yang paling segera mengurus penyelesaian arealnya, yang dianggap bermasalah sesuai dengan Pasal 110A UU Cipta Kerja,” kata Sudarsono pada Sabtu, 18 Februari 2023.
Seandainya terjadi pelanggaran, kata Sudarsono, harusnya diselesaikan secara administrasi. Atau paling berat menggunakan Pasal 110A UU Ciptakerja yang telah dikeluarkan Perpunya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Desember 2022 lalu.
"Kalau saya, sudah jelas itu tidak perlu ke arah pidana. Cukup Pasal 110 A. Itu pun bagi saya sudah terlalu berat. Karena sebetulnya, tidak ada pelanggaran,” tegasnya.
Pernyataan Surya Darmadi
Sementara Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi mengaku heran dengan tindakan pidana yang ditudingkan kepadanya karena apa yang dituduhkan tidak pernah dilakukannya. Ia merasa diperlakukan tidak adil dan didiskriminasi.
Surya Darmadi mengaku bingung di mana letak kesalahannya sehingga dipermasalahkan oleh Kejagung. Terlebih, perkebunan yang ia kelola sudah berjalan kurang-lebih 26 tahun dan tidak pernah bermasalah.
Padahal, kata dia, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Di mana, UU itu menyatakan bahwa penyelesaian keterlanjuran kegiatan di kawasan hutan telah diatur secara jelas di Pasal 110A dan 110B. Kedua pasal memberikanwaktu selama tiga tahun bagi perusahaan untuk menyelesaikan perizinan. Kemudian pelanggaran atas ketentuan tersebut hanya dikenakan sanksi administratif.
“Yang menjadi pertanyaan saya, apakah UU Cipta Kerja yang digagas dibuat dan diundangkan oleh Presiden dan DPR masih berlaku? Ataukah Kejaksaan yang menganggap menyatakan ini tidak mengikat kepada Kejaksaan?” kata Surya Darmadi kepada majelis hakim di persidangan.
Saat diperiksa sebagai terdakwa tanggal 30 Januari, Surya bahkan mengonfirmasikan kepada Jaksa dan Majelis Hakim apakah UU Cipta Kerja berlaku atau tidak. Sebaliknya, Majelis menyatakan UU itu berlaku, apalagi PERPU 2/ 2022 ada sebagai turunannya.
Surya sontak mengatakan terimakasihnya atas penegasan hakim. Karenanya, dia menilai seharuanya tidak ada dasar hukum dan alasan menuntutnya sampai seukur hidup penjara. Surya menilai, tuntutan itu tidak menghormati hukum yang dibuat pemerintah dan DPR.
Sementara Penasihat Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menjelaskan persoalan kawasan hutan itu sudah diatur secara eksplisit di dalam Undang-Undang Ciptaker atau Omnibus Law. Menurut dia, dalam aturan itu disebutkan, apabila ada perusahaan memasuki kawasan hutan dapag mengurus izinnya dengan kepada mereka tidak dikenakan sanksi pidana, hanya administratif dan membayar denda.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: