Perlu Dukungan Kebijakan untuk Capai Target Penurunan Emisi GRK di Sektor Transportasi
Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai perlu adanya dukungan kebijakan fiskal dan nonfiskal guna mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca melalui sektor transportasi.
Menurut studi IESR, untuk mencapai bebas emisi pada 2050, jumlah kendaraan roda dua dan roda empat listrik harus mencapai 110 juta unit di 2030.
"Untuk mencapai target tersebut perlu upaya akselerasi melalui dukungan kebijakan fiskal dan nonfiskal," ujar peneliti Sistem Ketenagalistrikan, IESR Faris Adnan dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (20/2/2023).
Baca Juga: Mitigasi Perubahan Iklim Dapat Dilakukan Melalui Sektor Transportasi
Faris mengatakan, sejak 2019, pemerintah tengah gencar mendorong pengembangan industri dan penggunaan kendaraan listrik tetapi pada saat yang sama sejumlah kebijakan yang pro energi fossil masih diberlakukan yang membuat adopsi kendaraan listrik kurang optimal.
Misalnya kebijakan pemerintah tetap mensubsidi bahan bakar minyak (BBM) dan memperpanjang penjualan bahan bakar dengan standar Euro II.
Menurutnya, berbagai kebijakan ini membuat daya tarik konsumen mengakuisisi kendaraan listrik menurun dan juga keuntungan dari nilai penghematan biaya bahan bakar menjadi berkurang.
“Ketergantungan akan bahan bakar fosil dalam sistem energi kita terutama sektor transportasi membuat sektor energi kita rentan terhadap gejolak harga. Pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fossil dalam sektor transportasi melalui kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB)," ujarnya.
Akan tetapi, masih sulitnya menemukan infrastruktur pengisian listrik, harga pembelian yang mahal, dan performa serta model yang terbatas menjadi halangan utama adopsi KBLBB oleh konsumen.
"Berbagai halangan ini yang perlu diselesaikan oleh pemerintah,” ungkapnya.
Lanjutnya, berdasarkan temuan IESR menunjukan pada 2022, adopsi motor listrik naik lima kali lipat dari 5.748 unit pada 2021 menjadi 25.782 unit.
Selain itu, adopsi mobil listrik meningkat hampir empat kali lipat dari 2.012 unit pada 2021 menjadi 7.679 unit pada 2022. Kenaikan ini didorong oleh adanya promosi kendaraan listrik lewat acara G20 yang menjadikan kendaraan listrik sebagai kendaraan resmi delegasi.
“Meski ada kenaikan, namun jumlah tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah. Populasi motor listrik baru 0,2% dari total motor di Indonesia. Sementara mobil listrik baru mencapai 0,4%. Oleh karena itu agar KBLBB dapat lebih menarik dan terjangkau bagi masyarakat, beberapa instrumen kebijakan tambahan yang tepat sasaran diperlukan,” ujar Faris.
Menurutnya, salah satu instrumen kebijakan tersebut adalah kombinasi insentif untuk produsen dan penciptaan pasar untuk mempercepat skala keekonomian kendaraan listrik, khususnya kendaraan listrik roda dua yang punya potensi pasar besar.
Untuk itu, IESR merekomendasikan pemerintah mendorong implementasi instruksi Presiden untuk pembelian kendaraan listrik oleh instansi pemerintah dan BUMN, dan mendorong adopsi oleh bisnis ride hailing (layanan transportasi berbasis aplikasi) dan logistik untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik oleh pasar dalam 2-3 tahun ke depan.
Selain itu, untuk mendapatkan manfaat penurunan emisi GRK dan lingkungan yang lebih besar maka peningkatan bauran pembangkit energi baru terbarukan di sistem kelistrikan juga diperlukan agar emisi yang dihasilkan KBLBB menjadi lebih rendah daripada emisi dari kendaraan motor bakar.
“Kajian IESR menunjukan bahwa manfaat emisi baru akan didapatkan jika bauran energi terbarukan di sistem kelistrikan PLN di atas 20%," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: