Anggaran Keamanan TI Akan Alami Peningkatan Selama Tiga Tahun ke Depan
Sebuah studi yang dilakukan oleh perusahaan global cybersecurity Kaspersky melalui wawancara terhadap 3.230 responden dari perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan di 26 negara, termasuk 834 responden berasal dari Asia Pasifik mencatat bahwa anggaran TI untuk keamanan siber akan mengalami peningkatan selama periode tiga tahun ke depan baik bagi UMKM maupun perusahaan dalam menangani berbagai insiden.
"EY CEO Outlook Pulse baru-baru ini mengungkapkan sejumlah gangguan terkait pandemi, kenaikan inflasi, ketegangan geopolitik, dan perubahan iklim telah menghantui perusahaan di kawasan Asia Pasifik tahun lalu. Selain itu, insiden keamanan siber seperti pelanggaran data dan serangan ransomware juga banyak melumpuhkan bisnis besar di kawasan ini pada tahun 2022. Meningkatkan anggaran untuk keamanan siber adalah langkah yang tepat untuk membangun pertahanan perusahaan terhadap serangan siber dan melindungi aset mereka dari ancaman yang mungkin terjadi di tahun 2023," turut Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky, Chris Connel dalam pernyataan media pada Senin (20/2/2023).
Sebuah studi dari PWC menyatakan bahwa peningkatan minat bisnis terhadap keamanan siber disebabkan oleh pertumbuhan penggunaan teknologi digital dan lanskap ancaman yang terus berkembang yang telah menghasilkan lonjakan dalam keamanan TI.
Baca Juga: Studi: Ada Kesenjangan Adopsi Solusi Siber antara C-Level dan Rekan TI
Dari riset Kaspersky, anggaran keamanan siber rata-rata pada tahun 2022 adalah US$3,75 juta untuk perusahaan dengan US$12,5 juta yang dialokasikan untuk TI secara umum. Sementara sektor UMKM menginvestasikan US$150 ribu untuk keamanan TI dari anggaran TI rata-rata sebesar US$375.000.
Di wilayah Asia Pasific (APAC), UMKM dan perusahaan diproyeksikan akan meningkatkan anggaran pertahanan online mereka 3% lebih tinggi dari rata-rata global 14% menjadi 17%.
Alasan peningkaan anggaran keamanan siber ini berdasarkan dari jawaban responden khususnya menyoroti kompleksitas infrastruktur TI (61% untuk UMKM lokal dan perusahaan lokal), dan kebutuhan untuk meningkatkan level keahlian spesialis keamanan (56% untuk kedua sektor. Juga adanya faktor potensi risiko baru yang terjadi karena meningkatnya ketidakpastian geopolitik atau ekonomi yang telah menyebabkan peningkatan investasi sebesar 45% di UMKM dan 50% di level perusahaan.
"Kelangsungan bisnis selalu bergantung pada keamanan informasi. Saat ini ketika infrastruktur menjadi lebih kompleks dan serangan dunia menjadi lebih canggih, bisnis menjadi lebih sadar dunia maya dan lebih memahami kebutuhan untuk melindungi setiap aset di dalam organisasi. Kebijakan negara merupakan faktor penting lain yang memengaruhi peningkatan anggaran untuk keamanan informasi. Organisasi-organisasi ini membutuhkan bisnis untuk menjaga keamanan operasi dan data mereka. Terkadang regulator memperketat aturan untuk seluruh pasar atau industri vertikal," ujar VP Corporate Products di Kaspersky Ivan Vassunov.
Peningkatan anggaran tambahan untuk keamanan TI diharapkan akan membantu perusahaan lokal di Asia Pasifik dalam mengatasi sebagian besar masalah terkait keamanan TI. Tahun ini, lebih dari setengah (59%) bisnis menganggap masalah perlindungan data sebagai yang paling menantang. Kekhawatiran terpenting kedua yang disoroti oleh 51% responden adalah biaya untuk mengamankan ruang lingkup teknologi yang semakin kompleks, diikuti dengan masalah adopsi infrastruktur cloud (44%).
Adapun gambaran dari faktor utama yang mendorong anggaran keamanan TI di Asia Pasifik berdasarkan studi dari Kaspersky antara lain:
Alasan | UMKM | Perusahaan |
Insiden keamanan baru-baru ini yang dialami bisnis/perusahaan | 43,3% | 44,1% |
Peningkatan kompleksitas infrastruktur TI bisnis/perusahaan | 61,4% | 61,1% |
Keuntungan meningkat (sehingga lebih banyak anggaran tersedia) | 43,7% | 34,1% |
Untuk meningkatkan level keahlian spesialis keamanan | 56,2% | 56% |
Karena kegiatan usaha baru/ekspansi | 39,5% | 35,3% |
Karena lokasi baru bisnis/usaha | 25,1% | 28,1% |
Compliance/persyaratan hukum | 29,9% | 29,1% |
Risiko baru terjadi karena meningkatnya ketidakpastian geopolitik atau ekonomi | 44,6% | 49,8% |
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: