Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED) Jawa Barat ditugaskan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan kolaborasi dan inovasi mencari solusi dalam pemulihan dan transformasi ekonomi di Jawa Barat.
Sejak dua tahun pandemi Covid-19, secara bertahap pihaknya belajar banyak bagaimana peran masyarakat yang harus didorong ke depan. Salah satunya, pencanangan gerakan Gastronomi Jawa Barat melalui lomba masak berbahan baku lokal.
Baca Juga: Jaga Ketahanan Pangan untuk Tekan Inflasi, Sri Mulyani Kucurkan APBN Rp104,2 Triliun
"Kita ketahui bahwa dunia sedang mengalami situasi ketidakpastian mengenai krisis pangan, energi, maupun keuangan," kata Ketua Komite Pemulihan Ekonomi Daerah (KPED) Jabar, Ipong Witono, kepada wartawan di Bandung, Selasa (21/2/2023).
Menurutnya, neraca pangan di Indonesia masih timpang karena sebagian bahan baku masih bergantung pada impor dengan pola konsumsi pangan yang kurang sehat dan kurang setara dalam mengedepankan strategi penggunaan bahan baku lokal. Untuk itu, KPED Jabar mencanangkan gerakan budaya Gastronomi dengan menggaet Catering Academy dan menyelenggarakan Mother Chef.
"Kami apresiasi bahwa gerakan ini bisa digulirkan di akar rumput yang dimotori para ibu-ibu dengan program keterampilan yang mandiri," ujarnya.
Ipong berharap kegiatan ini bisa mendorong sektor mikro dan UMKM di industri rumah tangga berbasis pangan. Selain itu, pihaknya juga mendorong untuk penggunaan berbagai produk lokal dengan resep yang justru diajarkan banyak oleh pendahulu kita. Artinya, kita mewariskan juga nilai budaya.
"Kita dorong sebagai kekuatan daya ungkit pariwisata," ujarnya.
Beberapa negara seperti Vietnam dan Thailand sangat masif mendorong Gastronomi sebagai duta politik dan ekonomi, sedangkan Indonesia masih mencari bentuk tersendiri. "Maka, dengan berbagai upaya masyarakat ini akan bisa kita dorong," imbuhnya.
Dia menyebutkan, gerakan ini akan dimulai dari Jawa Barat dan diharapkan bisa diadopsi oleh beberapa provinsi di Tanah Air. "Tadi pihak Bappenas terinspirasi ini untuk membawa gerakan Gastronomi ini di berbagai tempat di Indonesia sebagai kemandirian pangan yang berbasis masyarakat," ungkapnya.
Wakil Ketua Divisi Komunikasi dan Gerakan KPED Jabar, Erick Wiradipoetra, mengatakan, selama ini berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas kualitas pangan selalu dari sektor hulu. Justru sebenarnya di industri hilirnya yang diminta.
Misalnya, petani menanam singkong sebanyak mungkin, tapi tidak ada yang menyerap. Oleh sebab itu, harus diciptakan dulu produsen yang menghasilkan makanan yang bersumber dari pangananan lokal. "Jadi varian makannya harus jelas. Kita menciptakan offtaker dari masyarakat yang menghasilkan produk," ujarnya.
Menurutnya, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa tentu dibutuhkan varian makanan yang bersumber dari laut dan darat sehingga ketika permintaan itu besar, industri di wilayah hulu permintaannya akan meningkat.
"Kemudian masyarakat punya kreativitas yang tinggi untuk menciptakan makanan. Bayangkan dari bahan aci saja bisa menciptakan berbagai varian seperti cimol, cireng, dan jajanan pasar lainnya," ungkapnya.
Baca Juga: Cegah Inflasi, Presiden Jokowi Sidak Bahan Pangan di Pasar Wonokromo Surabaya
Erick menyebutkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam Gastronomi, yaitu merevitalisasi, menyubtitusi, dan memodifikasi makanan. Dalam revitalisasi, makanan berbasis pada bahan lokal. Misalnya, tempe yang berasal dari bahan baku lokal, tapi kenapa kedelainya jadi impor.
"Artinya, harus ada keinginan pemerintah untuk mengambil kebijakan berpihak kepada pangan lokal," imbuhnya.
Selanjutnya, Gastro sosialism yang lebih kepada identitas. Jadi, makanan itu harus punya identitas bahkan harus memiliki ideologi. "Selama ini kita tidak punya ideologi tentang makanan. Padahal, pangan kita menumbuhkan ideologi," tegasnya.
Gastronomi meliputi semua aspek. Ia menuturkan, terciptanya makanan karena ada ekosistem. "Tidak mungkin kita memakan Pizza HUT kalau tidak didatangkan dari luar karena makanan asli kita bukan berasal dari terigu," imbuhnya.
Dia menambahkan, bisa dibayangkan 14 miliar bungkus mie instan telah dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. "Kalau dipukul rata dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa, berarti mereka mengonsumi mie instan 5 bungkuk per bulan dan itu baru satu brand, belum yang lainnya seperti roti dan lainnya. Jadi, saya pikir harus dimulai dari kita," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: