Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Literasi dan Kolaborasi Sukseskan Program TPBIS

        Literasi dan Kolaborasi Sukseskan Program TPBIS Kredit Foto: Perpustakaan Nasional
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Perpustakaan harus mampu mentransformasi pemikiran masyarakat untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara produsen. Demikian disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Muhammad Syarif Bando, saat memberikan sambutan dalam kegiatan Sosialisasi Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) Tahun 2023 di Jakarta, pada Selasa (28/2/2023).

        TPBIS merupakan bagian dari program prioritas nasional dengan tujuan untuk memperkuat peran dan fungsi perpustakaan melalui peningkatan kualitas layanan perpustakaan umum. Dalam penguatan budaya literasi, secara nyata kegiatan TPBIS yang telah berjalan sejak tahun 2018 ini mengupayakan terjadinya peningkatan literasi masyarakat.

        Baca Juga: Kehadiran Gedung Perpustakaan, Wujudkan Masyarakat Literat

        Kepala Perpusnas menjelaskan, literasi adalah kedalaman pengetahuan seseorang pada satu subjek ilmu tertentu. Dia menyebut literasi memiliki lima tingkatan, di mana pada tingkat kelima, literasi memiliki makna sebagai kemampuan untuk menciptakan barang/jasa yang berkualitas dan dapat digunakan dalam kompetisi global.

        Kemampuan tersebut harus didukung dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan akan ilmu pengetahuan dan keterampilan selain melalui pendidikan formal, juga dapat diperoleh di perpustakaan.

        "Paradigma perpustakaan telah berubah menjadi transfer pengetahuan. Transformasi perpustakaan ini menjadi bagian daripada program berkelanjutan yang mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)," katanya.

        Program TPBIS dinilai berdampak secara ekonomi bagi masyarakat. Seperti yang dialami Brigitha H. Septiyanti, asisten dokter yang terkena PHK akibat pandemi Covid-19 ini datang ke perpustakaan untuk mencari informasi mengenai produk makanan yang dapat dijual. Dia juga mendapatkan bantuan optimal dari pengelola perpustakaan. Dari hasil berjualan produk cemilan "kacang sembunyi", dia berhasil mendapatkan keuntungan sebesar Rp100 ribu-Rp200 ribu per harinya.

        Kisah serupa dialami Endah Kusuma Wardhani. Pensiunan pabrik batik ini membuka usaha warung makan dan menjual gorengan, nasi bungkus, serta sayur matang. Namun selama masa pandemi Covid-19, keuntungan hasil berjualannya menurun tajam. Dia mengikuti program TPBIS yang digelar di Perpustakaan Daerah Kota Surakarta untuk membuat sirup bunga telang. Walhasil, Endah menjual kreasi minuman tersebut di warungnya dan meraup keuntungan sebesar Rp350 ribu-Rp400 ribu per hari.

        Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpusnas, Adin Bondar, menjelaskan bahwa sejatinya perpustakaan memiliki tujuh peran dari 17 agenda SDGs dalam pembangunan global, yakni menghapus kemiskinan, mengurangi kelaparan, kesehatan yang baik dan kesejahteraan, pendidikan bermutu, kesetaraan gender, akses air bersih dan sanitasi, serta energi bersih dan terjangkau.

        "Dalam rangka pembangunan global, ada tujuh aspek yang sangat luar biasa dari tujuh belas agenda SGDs yang memang bisa dilakukan percepatannya oleh perpustakaan. Jadi artinya dalam pembangunan global, peranan perpustakaan sangat penting," ungkapnya.

        Hal ini menjadikan kegemaran membaca dan literasi menjadi satu gerakan nasional sekaligus gerakan sosial yang tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah, provinsi, kabupaten/kota, dan juga masyarakat. Dengan begitu, kegemaran membaca dan literasi adalah tanggung jawab bersama.

        Sementara itu, Kasubdit Agama dan Kebudayaan, Direktorat Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, Bappenas, Didik Darmanto, menyampaikan ada tiga hal yang harus dilakukan perpustakaan untuk menguatkan literasi. 

        Baca Juga: Kepala Perpusnas: Kehadiran Duta Baca Indonesia Berdampak Bagi Masyarakat

        "Di antaranya melakukan perubahan paradigma, tidak hanya paradigma sebagai pihak yang bekerja di bidang kepustakaan, tapi juga mengubah paradigma masyarakat tentang literasi. Kedua, penguatan tata kelola di perpustakaan itu sendiri dengan cara memperkuat kolaborasi dengan stakeholders lainnya dalam rangka pelaksanaan program-program terkait dengan peningkatan literasi. Ketiga, memperluas ruang lingkup literasi agar bisa lebih berdampak kepada masyarakat," urainya.

        Dukungan untuk program TPBIS diberikan Kementerian Desa PDTT. Analis Kebijakan Ahli Madya Kemendes PDTT, Sri Wahyuni mengatakan saat ini, salah satu prioritas penggunaan Dana Desa adalah pembangunan perpustakaan. Harapannya, kelak dari 75 ribu lebih desa yang ada di Indonesia, akan makin banyak desa yang memiliki perpustakaan karena pada saat ini jumlahnya masih sedikit.

        "Sebenarnya ada banyak desa yang mendahulukan pemberdayaan masyarakatnya, tetapi mereka belum melaksanakan program literasi desa karena kurang informasi terkait penggunaan Dana Desa untuk perpustakaan. Dana desa ini bisa dioptimalkan untuk perpustakaan desa seperti sarana prasarana, pemeliharaan, dan sebagainya," terangnya.

        Lektor Kepala Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta, Augustinus Setyo Wibowo, mengungkapkan, berdasarkan pengalaman, sulit untuk memerintahkan orang lain agar membaca. Namun, apabila hal itu dimulai dari diri sendiri, orang lain akan tertarik dan berminat.

        Dia mengisahkan sebuah toko buku di Inggris bernama Barnes & Noble (B&N) yang nyaris tutup karena gagap dalam menghadapi era digital pada 2010. Kondisi seperti ini juga terjadi pada industri media cetak di Indonesia. Namun, setelah B&N berpindah kepemilikan kepada James Daunt, toko buku yang nyaris tutup itu kembali berjaya hingga kini.

        "Dia punya konsep bahwa toko buku mesti menjadi 'tempat pameran' bagi buku-buku yang dia sortir seturut kriterianya pribadi. Dia juga tak pernah mendiskon harga buku di tokonya karena di matanya, harga sebuah buku tak pernah terlalu mahal. Dia juga tak mau berpromosi buy two, get one karena baginya kalau kita mulai memberi buku gratisan, kita mendevaluasi nilai buku," kisah pria yang akrab disapa Romo Setyo ini.

        Team Leader konsultan pendamping program dari PT. Markplus Inc., Erlyn Sulistyaningsih, mengutarakan pada 2023 sebanyak 450 desa/kelurahan yang terpilih untuk menjalankan program TPBIS. Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama tiga tahun tidak membuat perpustakaan berhenti untuk melakukan kebaikan bagi masyarakat.

        Adapun perpustakaan yang menjadi mitra program TPBIS pada tahun ini, antara lain Perpustakaan Desa Kalangkangan Toli-Toli, Sulawesi Tengah; Perpustakaan Desa Kotabaru Lebong, Bengkulu; Perpustakaan Kampung Insumberi Supiori, Papua; Perpustakaan Kelurahan Watumelo Kota Gorontalo, Gorontalo; dan Perpustakaan Kelurahan Kemirirejo Kota Magelang, Jawa Tengah.

        "Perpustakaan terus bergerak membantu masyarakat untuk bangkit dari pandemi dan dari persoalan hidup mereka," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: