Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Centris Minta China Beri Amnesty Utang Negara Miskin dan Berkembang

        Centris Minta China Beri Amnesty Utang Negara Miskin dan Berkembang Kredit Foto: Reuters/Thomas Peter
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        China adalah salah satu negara kreditur bilateral terbesar di seluruh dunia. Melalui program Belt and Road, uang Beijing mulai mengalir ke negara-negara miskin dan berkembang, yang awalnya ditujukan untuk pembangunan infrastruktur.

        Seiring perjalanan waktu, hampir sebagian besar negara miskin atau berkembang yang berhutang ke China, mengalami kesulitan untuk melunasi hutang tersebut.

        Kesulitan negara-negara miskin atau berkembang ini, dapat dilihat saat mereka mencoba merestrukturisasi hutang China sebagai jalan keluar saat ekonomi negaranya semakin terpuruk, di masa pandemi Covid-19.

        Akan tetapi, jalan keluar yang diambil oleh negara-negara miskin atau berkembang tersebut, tidak juga melepaskan mereka dari jeratan hutang China yang tentunya semakin membebani negaranya.

        Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) menilai China seharusnya bijaksana dalam merespons kesulitan negara-negara miskin atau berkembang yang berhutang kepada Beijing.

        Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan, Beijing dapat mencontoh negara-negara kreditur lainnya seperti Amerika Serikat dan India, yang berani menghapus sebagian atau mengurangi besaran hutang negara-negara yang meminjam dana kepada mereka.

        “Yang menjadi pertanyaannya, apakah China setuju untuk menghapus sebagian pembayaran atau mengurangi hutang, seperti yang dilakukan oleh negara kreditur lainnya seperti Amerika Serikat dan India?,” kata AB Solissa kepada wartawan, Jum’at (3/3/2023).

        Tindakan yang benar baik secara moral maupun finansial, lanjut AB Solissa, adalah Beijing berani mengikuti jejak Amerika Serikat dan India yang memberikan amnesty hutang kepada negara miskin atau berkembang.

        Saat pertemuan kelompok G20 di India untuk membahas pengampunan hutang pada saat bahaya fiskal bagi banyak negara termiskin di dunia, China terlihat sangat enggan berpartisipasi dalam gerakan moral tersebut.

        Dalam pertemuan ini, negara-negara dunia membahas data yang dikeluarkan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva, terkait 60 % negara berpenghasilan rendah atau sedang yang hampir mengalami kesulitan membayar hutang kepada negara kreditur.

        Jalan keluar terbaik untuk membantu permasalahan hutang negara-negara miskin atau berkembang tersebut adalah semua kreditur pemerintah dan sektor swasta menyetujui pengurangan utang yang signifikan.  

        “Setelah itu, organisasi internasional seperti IMF dan Bank Dunia dapat turun tangan untuk memberikan pinjaman dan bantuan berbiaya rendah yang sangat dibutuhkan,” ujar AB Solissa.

        Jika China menolak untuk berpartisipasi dalam amnesty atau pengurangan hutang, CENTRIS berpendapat sikap atau keputusan Beijing ini menunjukkan dengan jelas bahwa Tiongkok tidak mau menerima tanggung jawab ekonomi dan moral sebagai pemimpin ekonomi global.

        “Sejauh ini China hanya menawarkan untuk menangguhkan pembayaran hutang selama beberapa tahun saja dan sangat jelas hal ini tidak memadai.  Padahal, China juga tidak membutuhkan uang mengingat cadangan fiskal mereka lebih dari $3 triliun,” papar AB Solissa.

        Disisi lain, CENTRIS menilai China telah menggunakan negara-negara miskin atau berkembang sebagai pion dalam upayanya untuk menambah pengaruh Beijing di dunia, yang disebut para ktitikus sebagai ‘diplomasi perangkap utang’.

        Hal kecil yang menjadi problemantika mendasar untuk membawa China berpartisipasi dalam permasalahan global ekonomi dunia ini, tak lain adalah upaya mengajak China ke meja perundingan pada waktu yang tepat, saat membahas penyelesaian hutang negara-negara miskin atau berkembang.

        Hal kecil ini tentunya menjadi sesuatu yang besar bagi China, mengingat Beijing bersikukuh negara-negara miskin atau berlembang yang berhutang kepada Tiongkok, harus membayar penuh hutang berikut bunganya.

        Negara-negara termiskin atau berkembang dunua sedikitnya tengah menghadapi hutang sebesar US$ 35 miliar kepada megara kreditur sektor resmi dan swasta pada tahun 2022, dengan lebih dari 40% dari total jatuh tempo ke China.

        ”Tapi sekarang kan tagihannya banyak yang sudah jatuh tempo, dan pertanyaannya adalah, siapa yang harus membayarnya. Arah-arahnya sih negara-negara miskin atau berkembang bakalan gagal berjamaah bayar hutang China,” pungkas AB Solissa.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: