Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kontribusi KPR ke PDB Masih Kecil, PT SMF Dorong Pemerintah Perbaiki Regulasi

        Kontribusi KPR ke PDB Masih Kecil, PT SMF Dorong Pemerintah Perbaiki Regulasi Kredit Foto: Imamatul Silfia
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau PT SMF mencatat kontribusi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia terbilang kecil. Di 2022, Indonesia mencetak rasio KPR terhadap PDB hanya sebesar 2,99%.

        Sebagai perbandingan, Malaysia memiliki rasio KPR terhadap PDB sebesar 38,48% dan India 6,58% pada 2022.

        Chief of Economist SMF Martin Daniel Siyaranamual berpendapat pemerintah perlu memberi dukungan dari sisi regulasi guna mendongkrak kontribusi sektor perumahan terhadap PDB.

        Baca Juga: PT SMF Cetak Realisasi Akumulasi Pembiayaan Homestay Rp12,4 Triliun dan Rumah Kumuh Rp27,6 Miliar

        "Fiskal pemerintah masih dibutuhkan, khususnya kalau kita masuk ke masyarakat miskin dan rentan. Selain fiskal, regulasi yang memadai juga krusial. Sebenarnya banyak kondisi yang menghambat pertumbuhan KPR," kata Martin saat konferensi pers di Graha SMF, Jakarta Selatan, Selasa (7/3/2023).

        Menurut Martin, setidaknya terdapat enam poin yang perlu menjadi fokus pemerintah dalam memperbaiki regulasi.

        Pertama, perlu adanya regulasi yang mendisiplinkan seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan, baik dari sisi pengembang, bank penyalur pinjaman, pembeli, hingga agen real estate. "Sehingga kejadian seperti Meikarta tidak terulang lagi," imbuhnya.

        Kedua, meningkatkan penetrasi jasa keuangan di masyarakat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan poin ini adalah dengan program biaya Rp0 untuk kelompok masyarakat miskin dan rentan dalam memiliki tabungan.

        Ketiga, sektor perumahan menjadi salah satu sektor prioritas yang berbeda dengan sektor infrastruktur pada umumnya. Poin ini menjadi sorotan Martin lantaran sektor perumahan kerap tak dibedakan dengan sektor infrastruktur. Padahal, menurut dia, sektor perumahan memiliki dampak langsung terhadap masyarakat.

        Keempat, fokus pada pengembangan kapasitas Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyalurkan KPR, khususnya untuk pekerja informal. "Karena 65% pekerja Indonesia adalah sektor informal yang dianggap banyak bank tidak bankable," jelas Martin.

        Kelima, recycling fiskal pemerintah yang sudah disalurkan ke sektor perumahan agar dapat menjadi dana bergulir.

        Terakhir, perlu adanya perbaikan kondisi di jasa intermediasi keuangan. Martin menekankan pada sejumlah aspek, seperti suku bunga fix yang tidak boleh lebih rendah dari suku bunga floating, kompetisi di jasa intermediasi, dan lain sebagainya.

        "Hal ini jadi krusial untuk pengembangan sektor perumahan. Kalau ini dijaga, peran sektor perumahan ke PDB akan lebih baik," tutup dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Imamatul Silfia
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: