Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kasus Gagal Ginjal Akut Sebabkan Ratusan Anak Meninggal, Komnas HAM Minta Jokowi Mengaku Negara Melakukan Pembiaran!

        Kasus Gagal Ginjal Akut Sebabkan Ratusan Anak Meninggal, Komnas HAM Minta Jokowi Mengaku Negara Melakukan Pembiaran! Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kasus Gagal Ginjal yang menyebabkan 204 anak meninggal benar-benar menghebohkan Indonesia.

        Mengenai hal ini, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengakui negara melakukan pembiaran atas kasus gagal ginjal akut yang mengakibatkan ratusan anak meninggal dunia dan sakit bagi korban anak lainnya.

        Permintaan itu menjadi salah satu rekomendasi Komnas HAM dari hasil penyelidikan dan pemantauan kasus gagal ginjal pada anak.

        "(Minta Presiden) mengakui bahwa negara melakukan pembiaran (tindakan tindak efektif) sehingga mengakibatkan hilangnya hak untuk hidup dan hak atas kesehatan bagi setidaknya 326 anak di Indonesia," kata Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan lewat keterangan pers, Sabtu (11/3/2023).

        Baca Juga: Kalau Mau Main 'Salah-salahan' Soal Tragedi Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Jokowi Disebut Lebih Salah Dibandingkan Anies Baswedan!

        Kemudian, Jokowi diminta memastikan penanganan dan pemulihan bagi korban (penyintas) secara komprehensif dalam rangka menjamin terpenuhinya standar kesehatan tertinggi melalui pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan bagi korban sebagaimana telah diamanatkan dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

        Sementara kepada keluarga korban, Pemerintah diminta memberikan pemulihan psikologis (trauma), dan sosial ekonomi lainnya, atas peristiwa gagal ginjal akut yang telah menyebabkan 204 anak di Indonesia meninggal.

        "Penanganan dan pemulihan korban/keluarga korban dapat dilakukan dengan memberikan akses terhadap rehabilitasi dan kompensasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," kata Hari.

        Kemudian untuk penguatan dan tata kelola kelembagaan, Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasinya kepada presiden. Di antaranya, melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait sistem tata kelola pelayanan kesehatan dan kefarmasian terutama berkaitan dengan surveilans kesehatan dan sistem pengawasan.

        Kemudian penguatan terhadap tata kelola kelembagaan dan peningkatan kompetensi SDM instansi pemerintah yang memiliki otoritas terkait pelayanan kesehatan dan pengawasan kefarmasian.

        "Mengingat kompleksitas tantangan persoalan kesehatan dan besarnya tanggung jawab dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia, maka diperlukan pengaturan secara khusus melalui Undang-Undang terhadap mandat dan kewenangan BPOM RI," kata Hari.

        Pelanggaran HAM

        Pada peristiwa gagal ginjal akut, Komnas HAM menemukan pelanggaran HAM atas kelalaian pengawasan pemerintah terhadap industri farmasi yang memproduksi obat sirop anak yang mengandung zat berbahaya. Kelalaian itu dilakukan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

        "Terdapat sejumlah pelanggaran hak asasi manusia atas kasus gangguan ginjal progresif atipikal (GGAPA) pada anak di Indonesia," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah.

        Pelanggaran HAM itu hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hak anak, hak memperoleh keadilan, hak atas informasi, hak konsumen, pelanggaran terhadap bisnis dan hak asasi manusia, dan hak atas kesejahteraan (yaitu hak atas Pekerjaan dan hak atas jaminan sosial).

        "Masih adanya kelemahan secara regulasi berkaitan dengan kefarmasian, status kedaruratan kesehatan, sistem pengawasan zat kimia berbahaya/beracun, dan isu subordinasi dalam tata kelola kelembagaan," kata Anis.

        Baca Juga: Jokowi Kasih KTP & Anies Beri IMB Kawasan, PKS: Bukan Penyebab Kebakaran Plumpang, Tapi Peduli Rakyat Kecil

        "Ketidakjelasan kewenangan dan pembagian peran antara Kemenkes dan BPOM dalam menjalankan mandat dan tanggung jawab dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan fungsi pengawasan di bidang kefarmasian perlu menjadi atensi serius pemerintah," sambungnya.

        Komnas HAM menyimpulkan, pemerintah tidak transparan dan tanggap dalam proses penanganan kasus GGAPA di Indonesia, terutama dalam memberikan informasi yang tepat dan cepat kepada publik dalam rangka meningkatkan kewaspadaan serta meminimalisir/mencegah bertambahnya korban.

        "Kebijakan dan tindakan surveilans kesehatan (penyelidikan epidemiologis) yang dilakukan oleh Pemerintah tidak efektif dalam menemukan faktor penyebab kasus GGAPA sehingga tidak dapat meminimalisir/mencegah lonjakan kasus serta jatuhnya korban jiwa yang lebih banyak," kata Anis.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: