Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Terlanjur Melekat, Anies dan Tim Harus 'Mandi Besar' Lepas dari Jeratan Politik Identitas

        Terlanjur Melekat, Anies dan Tim Harus 'Mandi Besar' Lepas dari Jeratan Politik Identitas Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anies Baswedan dan partai pengusungnya harus bekerja keras menghilangkan stigma politik identitas yang terlanjur melekat pada mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

        Pandangan tersebut disampaikan pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Rajamuda Bataona. Menurutnya, hal itu harus dilakukan agar calon presiden dari Koalisi Perubahan itu dapat diterima dan didukung mayoritas publik di NTT pada Pilpres 2024.

        Baca Juga: Jelaskan pada Media Luar dalam Pemilu Selalu Ada Keterbelahan, Anies Akui Gunakan Politik Identitas?

        "Karena isu politik identitas yang masih mengakar di persepsi publik," katanya belum lama ini, dikutip Jumat (17/3/2023).

        Isu politik identitas yang dilabelkan pada Anies, kata Bataona, jadi batu sandungan bagi Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

        Ini lantaran memori publik NTT masih cukup kuat tentang bagaimana isu politik identitas dimainkan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, di samping rivalitas laten yang melibatkan partai-partai nasionalis versus partai-partai kanan yang menjual isu identitas.

        Menurut Bataona, NTT secara natural lebih dekat dengan partai-partai nasionalis karena memang postur dan konfigurasi masyarakat NTT adalah multikultur. "Inilah alasan masyarakat tidak suka pada isu politik identitas dan praktek politik identitas dalam model apa pun," jelasnya.

        Secara kultural dan psikologis, kata dia, sulit bagi mayoritas masyarakat NTT mendukung Anies Baswedan. Karena itu, tingkat kesukaan dan penerimaan masyarakat NTT pada Koalisi Perubahan lebih rendah dibandingkan terhadap koalisi KIB, KIR, dan PDIP.

        Pemilih di NTT secara kultural dan psikologis, kata dia, berbeda karakter dengan pemilih di daerah lain seperti Jakarta, Banten, atau Jawa Barat. Perbedaan karakter secara kultural nilah yang akan membuat jualan capres Koalisi Perubahan tidak mudah diterima di NTT.

        Karena itu, Koalisi Perubahan harus bekerja keras dan mencari format-format isu kampanye yang rasional dan masuk akal sebagai antitesis dari pelabelan isu politik identitas pada Anies Baswedan.

        Meski demikian, kata Bataona, pilpres akan berbeda dengan pemilihan legislatif (pileg). Kendati pun bersamaan, figur-figur yang diusung partai-partai Koalisi Perubahan akan tetap dipilih masyarakat.

        Baca Juga: Pasangan Ideal di Pilpres 2024, Pengamat Sebut Anies-AHY Dinilai Paling Cocok dari Segi Manapun

        "Karena masyarakat akan melihat rekam jejak juga kedekatan figur-figur tersebut dengan masyarakat," tegasnya.

        "Sehingga, efek dukungan figur presiden tidak 100 persen men-downgrade posisi partai Koalisi Perubahan terutama NasDem dan Demokrat di NTT," pungkas Bataona.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: