Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Larangan Impor Pakaian Bekas, Pedagang: Bukan Thrifting yang Membunuh UMKM!

        Larangan Impor Pakaian Bekas, Pedagang: Bukan Thrifting yang Membunuh UMKM! Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Lantai 2 Blok III Pasar Senen, Jakarta Pusat dipadati pengunjung yang tengah menikmati libur Hari Raya Nyepi dan menyambut Ramadan. Namun, nyatanya jumlah pengunjung tidak lebih banyak dibanding hari-hari libur sebelumnya.

        Teriakan penjual pakaian bekas di Pasar Senen saling bersahutan untuk menarik pembeli. Mulai dari kaos, celana, tas, hingga sepatu dibanderol dengan harga mulai dari Rp 10 ribu.

        Meski begitu, Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 51/M-Dag/PER/7/2015 tentang larangan impor pakaian bekas menjadi kekhawatiran bagi para pedagang. Sejumlah banner yang menunjukkan penolakan aturan tersebut terpampang di Lantai 2 Blok III Pasar Senen.

        "Bukan thrifting yang membunuh UMKM, tapi pakaian impor dari Cina yang menguasai 80% pasar Indonesia,” demikian banner tersebut tertulis. Kekhawatiran pedagang pakaian bekas Pasar Senen sejalan dengan keluhan AR (41) yang menjual berbagai jenis jaket bekas. Bukan hanya takut kehilangan pembeli, dia juga khawatir kiosnya ditutup aparat.

        "Khawatir banget. Sudah beberapa hari semenjak kebijakan itu enggak bisa tidur karena kita kan pedagang tergantung dari sini hidupnya, bisa bantu keluarga dari sini, buat makan dari sini. Jadi, kalau ibaratnya sampai ditutup ya kecewa banget,”kata AR saat ditemui Rabu (22/3/2023).

        Baca Juga: Pelarangan Impor Baju Bekas, Siapa yang Dibela Pemerintah?

        Meski mengaku baru merintis usahanya selama tiga tahun, AR mengatakan dia dan keluarganya menyambung hidup dengan penjualan jaket impor bekas ini. Sayangnya, upaya pemerintah untuk menggalakkan larang penjualan pakaian bekas membuat pendapatannya makin berkurang.

        "Pembeli juga berkurang, peminatnya juga berkurang, enggak kayak biasanya,” ucap sambil menunduk. Bahkan, momen jelang Ramadan yang sebelumnya membuat pendapatan meningkat, kali ini AR mengaku tidak bisa berharap banyak. Sebab, muncul anggapan bahwa penggunaan pakaian bekas tidak baik untuk kesehatan.

        “Dari dulu orang pakai baju bekas, saya enggak pernah dengar ada yang meninggal gara-gara pakai baju bekas,” katanya.

        Hal serupa juga dirasakan oleh ST (30) yang mengaku terdampak dari larangan penjualan pakaian bekas. Alasan pemerintah agar produk lokal lebih diminati masyarakat dibanding pakaian bekas impor membuat ST pasrah. Dia berharap pemerintah bisa memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk memilih produk yang ingin digunakan.

        "Banyak yang menilai produk lokal itu mahal dan bahannya kurang bagus. Sebaiknya, masyarakat diberik kebebasan saja. Semoga dilegalkan saja thrifting ini supaya jalan terus,” kata ST.

        Barang thrifting ini sebenarnya menjadi solusi bagi sejumlah masyarakat untuk mendapatkan pakaian layak pakai dengan harga murah. Seperti AN (27) yang mendatangi pasar senen untuk membeli dua kemeja dan satu celana panjang.

        AN mengaku jeli dalam memilih pakaian bekas. Meski harganya jauh dari pakaian branded, tetapi berburu pakaian thrifting membuatnya senang saat mendapatkan pakaian berkualitas bagus dengan harga terjangkau.

        "Kualitas barangnya memang harus pinter-pinter milih, tapi harganya jauh banget sama yang di mal,” ucap dia.

        Untuk itu, AN menolak keras larangan pemerintah soal pakaian ipor bekas. Pasalnya, dia menyebut bukan hanya dirinya. tetapi teman-temannya juga menggemari pakaian thrift.

        "Banyak peminatnya loh ini jadi jangan dilarang lah,” ujar AN.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Boyke P. Siregar

        Bagikan Artikel: