Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Respon Kolapsnya Tiga Bank AS, LPS: Jangan Cemas, Perbankan Kita Tetap Stabil

        Respon Kolapsnya Tiga Bank AS, LPS: Jangan Cemas, Perbankan Kita Tetap Stabil Kredit Foto: Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pasca guncangan yang terjadi di perbankan Amerika Serikat (AS), ternyata perbankan di Eropa juga berpotensi mengalami guncangan yang disebabkan oleh berbagai hal, semisal likuiditas yang tersendat dan persoalan gagal bayar.

        Menyikapi hal tersebut, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, agar masyarakat khususnya para pelaku industri di Indonesia untuk tidak terlalu mencemaskan dinamika tersebut.

        “Pelaku industri sebetulnya tidak perlu terlalu cemas karena kondisi perekonomian kita cukup resilien terhadap gejolak eksternal, karena sebagian besar ekonomi kita didorong oleh konsumsi domestik. Namun demikian tetap perlu waspada terhadap berbagai ketidakpastian dengan senantiasa menjaga permodalannya pada level tebal,” ujarnya di Jakarta, Kamis (30/3/2022). Baca Juga: Sambangi BINUS, LPS Tekankan Pentingnya Literasi Keuangan bagi Generasi Muda

        Purbaya lantas menghimbau kepada pelaku industri, agar dapat melihat berbagai sektor yang sekarang memiliki peluang besar supaya dana dari perbankan dapat tersalurkan. Kemudian lanjutnya, terkait dengan likuiditas meskipun saat ini secara keseluruhan industri perbankan memiliki likuiditas yang sangat ample, namun diversifikasi instrumen keuangan tetap harus dilakukan supaya ketersediaan dana selalu mencukupi.

        Diketahui saat ini, industri perbankan nasional masih dalam kondisi yang stabil. Pun secara nasional, NPL perbankan berada di posisi yang sehat yaitu 2,59% per Januari 2023. Selain itu level permodalan perbankan juga sangat tebal, berada di angka 25,93% per Januari 2023.

        Lalu, kondisi likuiditas perbankan saat ini dalam keadaan yang sangat memadai. Alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) dan per Januari 2023 masing-masing sebesar 129,64% dan 29,13%. Nilai ini sekitar dua setengah kali di atas threshold.

        “Namun demikian, kita perlu tetap mewaspadai dampak tidak langsungnya dengan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan. Kemudian, Penting bagi bank untuk terus menjaga level likuiditasnya di batas aman untuk melayani kebutuhan penarikan dana nasabah, dan level permodalannya agar selalu dalam kondisi sehat,” jelasnya.

        Lebih jauh, Purbaya kembali menghimbau masyarakat agar tetap percaya kepada perbankan nasional dan jangan takut untuk memulai berinvestasi, oleh sebab meskipun ada potensi resesi di beberapa negara besar. Namun, di tengah berbagai tekanan global tersebut, Indonesia menurut estimasi tidak akan memasuki masa resesi. Hal tersebut menurutnya, mengacu pada tahun 2022 lalu, dimana ekonomi Indonesia mampu tumbuh impresif sebesar 5,31%, dan sebagian besar ditopang oleh konsumsi domestic yang berkontribusi 52,81 % dari PDB Kuartal IV 2022.

        “Untuk masyarakat juga harus tetap tenang terkait simpanannya, sebab aset LPS sekarang sebesar 196 triliun lebih, jadi jangan takut menabung, karena dana LPS sangat cukup untuk menjamin simpanan masyarakat,” pungkasnya.

        Sebagai informasi, Per 28 Februari 2023, total aset LPS mencapai Rp196,68 triliun. Posisi tersebut merepresentasikan kenaikan 5,32% (YTD) dibandingkan posisi akhir tahun lalu 31 Desember 2022, atau kenaikan 15,07% (YoY) dibandingkan posisi tanggal yang sama tahun lalu 28 Februari 2022. Dan, di tahun 2023 ini, LPS menargetkan posisi aset mencapai lebih dari Rp200 triliun agar dapat terus memperkuat kapasitas LPS dalam melaksanakan penanganan bank dengan efektif. Baca Juga: SVB dan Signature Bank Kolaps, LPS: Tidak Menimbulkan Efek Domino ke Perbankan Indonesia

        Untuk diketahui tiga bank asal Amerika Serikat yakni Silicon Valley Bank, Signature Bank dan Silvergate mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan Silicon Valley Bank ini menjadi kegagalan bank terbesar kedua dalam sejarah Amerika setelah Washington Mutual pada 2008 lalu. Silicon Valley Bank mulai mengalami kebangkrutan sejak nasabahnya yang mayoritas adalah perusahaan teknologi menarik simpanan mereka karena membutuhkan uang tunai untuk pembiayaan.

        Silicon Valley Bank sampai harus menjual obligasinya untuk menutup kerugian akibat penarikan itu. Namun, karena kenaikan tingkat suku bunga, aset-aset bank itu semakin berkurang dan hilang. Usai Bangkrut, Silicon Valley Bank Diambil Alih Lembaga Penjamin Simpanan AS.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: