Singgung Cara Berpikir Para Penolak Timnas Israel, Pakar Hubungan Internasional Ungkap Makna Sukarno Tolak Israel
Pakar hubungan internasional Universitas Airlangga (Unair) Joko Susanto menilai, beberapa pihak, khususnya pejabat dan politikus yang menolak timnas Israel dengan beranggapan, penolakan tersebut merupakan bentuk komitmen dalam mendukung kemerdekaan Palestina yang juga menjadi amanat Presiden Sukarno. Dengan kata lain, mereka menganggap bahwa menerima Israel sama halnya dengan mengkhianati Sukarno.
Menurut Joko, anggapan tersebut tidak lagi relevan. "Terlepas kita punya sejarah terkait penolakan itu, tapi saya melihat bahwa di sini yang ada justru kegagapan dalam melihat situasi internasional," kata Joko, Jumat (31/3/2023).
Baca Juga: Ogah Berhadapan dengan Israel, Indonesia Pilih Bikin Acara Sendiri Gegara Dikucilkan
Pasalnya, lanjut Joko, situasi politik internasional telah banyak mengalami perubahan. Ia memaparkan, sebelum 1967, Israel adalah sebuah negara yang secara perimbangan kekuatan masih belum teruji, meskipun telah mendapat dukungan dari Amerika. Sementara itu, Liga Arab relatif lebih solid di waktu yang sama.
Dalam situasi saat itu, memberi tekanan pada Israel masih menjadi sesuatu yang secara stabilitas politik memiliki prospek. Akan tetapi, setelah 1967, posisi Israel semakin terkonsolidasi, sehingga kemudian dukungan terhadap Palestina harus lebih kreatif. Artinya, kata dia, tidak melulu sekadar mengulang cara-cara lama.
Maka dari itu, kata Joko, menganggap bahwa Soekarno akan mengambil langkah penolakan serupa dengan hari ini, berarti sama halnya dengan menyangsikan kemampuannya dalam membaca perubahan situasi global.
"Kita tidak bisa berandai-andai ketika misalnya Soekarno masih hidup, apakah ia akan mengambil langkah yang sama atau tidak. Tetapi, setidaknya dengan menganggap Bung Karno akan mengambil langkah yang sama, berarti kita telah meng-underestimate kemampuan Bung Karno dalam membaca perubahan," ujarnya.
Joko melanjutkan, sejak 2018, Indonesia telah mendukung two state solution (solusi dua negara) sebagai satu-satunya cara untuk merealisasikan perdamaian antara Palestina dengan Israel. Dengan demikian, cara-cara yang dipraktikkan dalam mendukung Palestina di era Soekarno, tidak lagi sesuai dengan realitas saat ini.
Menurut Joko, perlu adanya pembaruan langkah yang lebih strategis dalam mendukung Palestina. Saat ini, tambah Joko, Indonesia tengah menghadapi kegagalan dalam menghadapi dan membaca situasi yang berbuntut pada kebekuan cara pikir dan langkah strategis.
Baca Juga: Piala Dunia U-20 Batal Gegara Israel, Teringat Humor Gus Dur dengan Presiden Israel
Ia juga menekankan, membela kemerdekaan negara lain bukan berarti harus mengorbankan kepentingan nasional negara sendiri.
"Saat ini kita terjebak dalam kebekuan cara pikir dan langkah yang membuat kita mati gaya. Menurut saya ini adalah kebangkrutan strategi yang serius. Membela Palestina dan menjalankan kepentingan nasional harusnya bisa selaras," kata Joko.
Alumnus London School of Economics and Political Science (LSE) itu menambahkan, kegagalan Indonesia kali ini justru menjadi kontraproduktif. Pasalnya, Indonesia meletakkan upaya pembelaan Palestina dalam posisi diametral dengan penggemar sepak bola. "Itu kerugian lho," ujarnya.
Seperti diketahui PDIP adalah salah satu partai yang menolak kehadiran timnas Israel. PDIP berkaca pada sikap Presiden Soekarno yang juga ayahanda dari Megawati Soekarnoputri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto