Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Makin Simpang Siur, Stafsus Sri Mulyani Buka-bukaan Jelaskan Kasus Impor Emas Bea Cukai Rp189 T

        Makin Simpang Siur, Stafsus Sri Mulyani Buka-bukaan Jelaskan Kasus Impor Emas Bea Cukai Rp189 T Kredit Foto: Alfida Rizky Febrianna
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Staf Khusus (Stafsus) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yustinus Prastowo meluruskan duduk perkara kontroversi kasus dugaan tindak pidana kepabeanan emas batangan di Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) senilai Rp189 triliun.

        "Saya ingin meluruskan beberapa hal agar tidak disalahpahami. Kami ucapkan terima kasih untuk dukungan, kritik, dan pengawalan Tum @PartaiSocmed. Bagimana sih latar belakang kasus emas Rp189 triliun yg menjadi kontroversi ini? Saya bahas," tulis Prastowo, lewat akun Twitter resminya @prastow, dikutip Senin (3/4/2023).

        Baca Juga: Diseret Mahfud MD Soal Kasus Impor Emas Rp189 T, Begini Klarifikasi Heru Pambudi

        Hal itu dia sampaikan sebagai tanggapan atas cuitan akun Twitter Partai Socmed yang menilai pernyataan Dirjen Bea dan Cukai Askolani saat mengklarifikasi kasus tersebut, pada akhir pekan lalu, Jumat (31/3/2023), seolah mengalihkan isu.

        "Yang dipermasalahkan soal impor kok klarifikasinya tentang lain yaitu kasus ekspor? Begini," tutur Prastowo mengutip pertanyaan Partai Socmed.

        Prastowo lalu menjelaskan, pada Januari 2016, KPU Bea Cukai Soekarno-Hatta (Soetta) telah melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT Q, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan.

        "Saat itu, PT. Q submit dokumen PEB (ekspor) dengan pemberitahuan sebagai Scrap Jewellry, namun petugas KPU Bea Cukai Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan x-ray, sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang. Proaktif oleh Bea Cukai," tegasnya.

        Dia melanjutkan, saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh PPJK dan perusahaan security transporter (DEF), benar saja ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB. 

        Prastowo menilai emas batangan tersebut bahkan seharusnya memiliki Persetujuan Ekspor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

        "Ditemukan bahwa dalam setiap kemasan disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray. Seolah yg akan diekspor adalah perhiasan. Sehingga, dilakukan penegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut," tuturnya.

        Menariknya, kata Prastowo, PT Q pernah mengajukan permohonan SKB (pembebasan) PPh Pasal 22 Impor (DPP senilai Rp7T) pada 2015. Namun, ditolak oleh Direktorat Jenderal Pajak (Pajak) karena wajib pajak tidak dapat memberikan data yang menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor. 

        Baca Juga: Kabar Harga Emas Hari Ini: Emas Antam Naik, Emas UBS Stagnan

        "Jadi, ini memang modus PT Q mengaku sebagai produsen Gold Jewellry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5% dari nilai impor (PMK No.107/PMK.010/2015 pasal 3). Modus ini terungkap karena kerja lapangan," ungkapnya.

        Menurut Prastowo, hal tersebutlah yang melatarbelakangi Kemenkeu melibatkan kegiatan ekspor itu dalam klarifikasi beberapa waktu lalu.

        "Karena ekspor lah yg menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT. Q. Dan tentu penyidikan yg dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. Itulah duduk perkara secara kronologis," tegasnya.

        Lebih lanjut, Prastowo menjelaskan, setelah dinyatakan P-21, atas perkara PT Q, dilakukan persidangan dengan hasil Putusan Nomor 2120/Pid.Sus/2016/PN.Tng tanggal 14 Februari 2017, yakni terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana. 

        Tak menyerah, dia mengatakan, DJBC mengajukan Kasasi dengan putusan:

        a. No 1549K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017: Terdakwa Mr. X (Perorangan) Direktur PT Q terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 6 bulan dan denda Rp2,3 miliar.

        Baca Juga: Kelakuan 'Bobrok' Pegawai Bea Cukai yang Kasar ke Masyarakat Sipil Akhirnya Ditanggapi Stafsus Kemenkeu, Ini Katanya!

        b. No 1374K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017: Terdakwa PT Q terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan pidana denda Rp500 juta.

        "Namun, PT. Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan Putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 tanggal 17 Juli 2019 yang menyatakan PT. Q Terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi BUKAN merupakan tindak pidana. Nah jelas ya di sini. Putusan MA yg menyatakan ini," pungkasnya.

        Sejalan dengan penanganan perkara PT Q tersebut, Prastowo menuturkan Kemenkeu dan PPATK bersinergi dengan pemeriksaan proaktif atas entitas PT Q oleh PPATK, penelitian administrasi kepabeanan oleh DJBC, penelitian administrasi perpajakan oleh DJP, kemudian setelahnya penyelidikan dugaan TPPU. Selanjutnya, PPATK mengirimkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

        "Saya insert di sini mengenai apa yang disampaikan Pak Mahfud, bahwa ada LHP PPATK yang diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan Itjen (Kemenkeu). Bukan tidak ditindaklanjuti, justru sedang berproses. Maka, dilakukan kegiatan intelijen untuk memperkuat ini. Apalagi, 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa," jelasnya.

        Anak buah Sri Mulyani itu melanjutkan, berdasarkan kasus PT Q serta ditemukannya kesamaan modus, PPATK menyampaikan surat dengan nomor SR-205/PR.01/V/2020 secara langsung (by hand) kepada DJBC.

        "Berisi IHP atas grup perusahaan yang bergerak di bidang emas (9 Wajib Pajak Badan, 5 Wajib Pajak Orang Pribadi) dengan total nilai transaksi keuangan (keluar-masuk) sebesar Rp189,7 triliun," terangnya.

        Selain itu, lanjut dia, sejak 2020 juga dilaksanakan kerja sama tripartit antara PPATK, DJP, dan DJBC, yang merupakan forum intelijen Joint Analysis dengan callsign Jagadara, yang bertujuan untuk optimalisasi penerimaan negara.

        DJBC kemudian menindaklanjuti SR tersebut, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di Bidang Kepabeanan.

        "Mempertimbangkan tidak adanya unsur pidana kepabeanan & telah dilakukan penyidikan, divonis, namun kalah di tingkat Peninjauan Kembali (PK), maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat PPATK nomor SR-595/PR.01/X/2020 yg disampaikan ke DJP," lanjut Prastowo.

        Baca Juga: Isu Mantan Koruptor Jadi Stafsus Menteri Sosial Langsung Dibantah, Tapi Banyak Beredar Poster Ucapan Selamat

        Data SR tersebut kemudian dimanfaatkan DJP untuk pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT Q, sehingga WP melakukan Pengungkapan Ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp1,25 miliar serta berhasil mencegah restitusi LB SPT Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT Q sebesar Rp1,58 miliar.

        "Sehingga menjadi jelas bahwa Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Bu Menteri. Semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan. Termasuk mengenai impor akan kami bahas tuntas," tegas Prastowo.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Alfida Rizky Febrianna
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: