Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Orangnya Moeldoko Singgung Bocil Eks Mayor yang Suka 'Nyisir' Rambut: Di Tangan SBY, AHY, dan IBAS Demokrat Berubah!

        Orangnya Moeldoko Singgung Bocil Eks Mayor yang Suka 'Nyisir' Rambut: Di Tangan SBY, AHY, dan IBAS Demokrat Berubah! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer dan Kepala Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat KLB pimpinan Moeldoko menjelaskan soal Moeldoko yang terkesan tak banyak bicara terkait Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan.

        Menurut dia, banyak pihak yang mempertanyakan hal itu kepada Moeldoko, sehingga Kepala Kantor Staf Kepresidenan itu oleh kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dapat cibiran dan ujaran tidak pantas.

        “Hal ini membuat kubu AHY melontarkan kata-kata di ruang-ruang publik, yang sangat tidak pantas pada Ketum kami, seperti kata pengecut, pembegal dll. Oleh karena itu biarlah akan saya jawab perihal itu semua,” ungkapnya dikutip fajar.co.id dari cuitannya di Twitter, Senin (10/4/2023).

        Baca Juga: Dituding 'Nyolong' Start Kampanye dengan Lakukan Kunjungan ke Daerah, Anies Baswedan Beri Jawaban Tegas: Saya Punya Hak...

        Ia menjelaskan, PK bukan pembegalan politik, namun upaya hukum terakhir yang dilakukan oleh DPP Partai Demokrat KLB yang konstitusional. Menyebut PK sebagai perbuatan pembegalan politik, menurutnya merupakan pertanda mereka ini pihak AHY sama sekali tidak mengerti hukum.

        "Kelihatan kualitas kader yang buruk karena dipimpin oleh pemimpin karbitan, pelarian Mayor alias Bocil yang baru belajar bicara dan belajar menyisir rambut,” ujarnya.

        Soal Moeldoko yang masih belum mau berkomentar soal PK, ia mengatakan itu haknya. Bisa saja sebagai bentuk pertahanan partai, agar strategi perjuangan hukum yang tengah ditempuh DPP Partai Demokrat KLB ini tidak bocor ke pihak lawan.

        “Olehnya, untuk persoalan PK, Ketua Umum lebih memilih berhati-hati, hemat bicara dan lebih banyak menyerahkan pada jajaran pengurus di bawahnya saja yang berbicara ke media, hingga beliau bisa tetap fokus mengemban tugasnya sebagai pejabat negara,” jelasnya.

        Saiful menyinggung Trio Cikeas, Susilo Bambang Yudhoyono, AHY, dan Ibas.

        Ia bilang, di tangan mereka bertiga ini Partai Demokrat yang disingkat PD berubah menjadi PKC alias Partai Keluarga Cikeas.

        “Kenapa bisa demikian? Karena Partai Demokrat yang awal berdirinya begitu sangat demokratis dan terbuka, didirikan oleh 99 orang, melibatkan banyak tokoh-tokoh politisi berintegritas dan berpengaruh, hingga menjadi partai kebanggaan rakyat, di tangan SBY dan AHY serta IBAS mendadak semuanya berubah,” terangnya.

        Dia mencontohkan, Demokrat yang didirikan 99 orang, oleh SBY diubah menjadi didirikan oleh SBY sendiri. Kalaupun ada satu lagi orang lain yang dimasukkan sebagai pendiri itu orang yang sudah meninggal dunia, yakni Pak Ventje Rumangkang.

        Baca Juga: Fix Bakal Lanjutkan Proyek IKN Kebanggaan Jokowi, Anies Baswedan Beri Penjelasan Mengejutkan! Oh Ternyata...

        Menurut dia, pendiri Partai Demokrat itu 99 orang dan SBY pada awalnya hanyalah tamu undangan, yang di depan Presiden Megawati dan media-media nasional kala itu sangat menyepelehkan bahkan mentertawakan Demokrat yang dianggapnya partai yang masih baru dan tidak pantas mengusung dia sebagai Capres 2004.

        “Partai Demokrat yang awalnya demokratis dan terbuka, di tangan TRIO CIKEAS menjadi partai dinasti yang sangat tidak demokratis, tertutup dan terlalu banyak pungutan liar yang membuat stres kader-kadernya sendiri,” pungkasnya.

        “Makanya jangan heran, di partai ini kader-kadernya banyak yang tertangkap KPK atau berurusan dengan penegak hukum. Entah itu karena terlibat korupsi atau yang terlibat skandal dengan perempuan atau dengan sabu-sabu,” tandasnya. (Arya/Fajar)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: