Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Biar UMKM Nggak Kaget, Penerapan Pajak di E-Commerce Sebaiknya Dilakukan Bertahap

        Biar UMKM Nggak Kaget, Penerapan Pajak di E-Commerce Sebaiknya Dilakukan Bertahap Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah saat ini sedang mematangkan rencana penunjukan marketplace sebagai agen pemungut pajak. Rencana penunjukan marketplace sebagai agen pemungut pajak ini merupakan implementasi dari Pasal 32A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, atau UU HPP.

        UU HPP memuat tax withholding policy yang memungkinkan pemerintah untuk mengalihkan pemotongan atau pemungutan pajak dari wajib pajak dengan cara menunjuk platform untuk menjadi pihak yang dapat memungut PPN atas barang yang dijual di marketplace, dan memotong PPH atas penghasilan penjual yang telah berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP). Baca Juga: Selamatkan UMKM, MenKopUKM: 40 Ribu Akun Penjualan Pakaian Bekas Ilegal di e-Commerce Diberantas

        Merespon hal ini, Ketua Umum Komunitas UMKM Naik Kelas Nasional, Raden Tedy menilai penerapan pajak di e-commerce di Indonesia tidak bisa dipaksakan dan harus menunggu kesiapan industri e-commerce. Apalagi sektor keuangan dalam negeri masih dalam proses pemulihan.

        "Saya rasa yang di Indonesia pemungutan pajak di e-commerce harus yang sudah siap dulu. Yang sudah siap tenaganya yang sudah besar e-commerce-nya dan pasti umkm juga harus siap," kata Raden di Jakarta, belum lama ini.

        Ia pun mencontohkan, e-commerce bentukan Komunitas UMKM Naik Kelas yakni INA Market merasa belum siap akan implementasi kebijakan tersebut. Namun demikian, pihaknya berharap kebijakan tersebut dapat dilaksanakan secara bertahap antara lain melalui e-commerce asing terlebih dahulu. Sebab, penerimaan pajak di e-commerce cukup tinggi sejalan dengan transaksi yang semakin meningkat.

        "Pada akhirnya, apabila penunjukan platform yang sebelumnya telah menerapkan kebijakan agen pemungutan pajak di negara lainnya berjalan lancar, maka platform lokal asal Indonesia juga dapat mencontoh dan turut ditunjuk menjadi agen pemungut pajak," paparnya.

        Guru Besar Ilmu Administrasi Perpajakan Universitas Indonesia (UI) Prof Haula Rosdiana mengatakan withholding tax e-commerce harus dipikirkan betul dan seksama. Menurutnya, diperlukan sosialisasi dan pelatihan kepada para UMKM agar lebih memahami aturan perpajakan.

        "Mereka harus punya kapabilitas perpajakan, baru kebijakan itu diterapkan. Jadi menurut saya harus ada semacam program persiapan dulu sebelum ini dilaksanakan," kata Haula.

        Berdasarkan penelitian DDTC Fiscal Research & Advisory tahun 2022 lalu, ada kemungkinan skema withholding tax juga akan mendorong pergeseran aktivitas ekonomi ke platform yang tidak dipajaki. Artinya, walau kepatuhan pajak akan meningkat tapi transaksi (basis pajak) di e-commerce bisa saja mengalami penurunan. Selain itu, penunjukan marketplace selaku pemungut pajak dapat menurunkan tingkat partisipasi UMKM ke ekosistem digital sebesar 26%.

        Adapun, sampai saat ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak (DJP) masih menyusun aturan teknis yang berkaitan dengan kebijakan baru tersebut. Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan, aturan teknis dan substansi dari aturan tersebut akan dimuat dalam Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) yang saat ini masih dalam proses pembahasan. "(RPMK) rencananya rampung pada semester pertama tahun ini,” ujar Bonarsius. Baca Juga: 99,5% Investor Kripto Tak Bayar Pajak pada 2022, Cuma 0,04% Investor Kripto RI yang Bayar Pajak

        Pemerintah disarankan mengutamakan kemudahan dan edukasi perpajakan bagi UMKM digital, sebelum menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut pajak. Dalam hal ini, alih-alih menunjuk menjadi pemungut, DJP dapat bekerja sama dengan marketplace sebagai fasilitator untuk mempermudah penghitungan pajak dengan menyediakan fitur penghitungan pajak dan memperbanyak kanal edukasi.

        Selain itu, kebijakan ini juga harus diimplementasikan secara bertahap dengan waktu transisi yang cukup. Sehingga tidak menimbulkan regulatory shock baik terhadap platform maupun terhadap pelaku UMKM. Apalagi, marketplace berbasis sistem UGC memiliki keterbatasan dalam mengidentifikasi barang terutang PPN dan barang bebas PPN seperti sembako.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: