Peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Gabriel Lele menyoroti pattern atau pola serangan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua.
Dirinya mengatakan bahwa serangan-serangan tersebut menjadi sangat besar dan sering terjadi semenjak adanya kunjungan dari Joko Widodo alias Jokowi.
Baca Juga: Akui Tahu Isi Pembicaraan Jokowi dengan Ganjar Pranowo, Gibran: Rahasia!
"Motif separatis menjadi motif utama dan eskalasi motif separatis mulai menaik sangat signifikan sejak tahun 2016," kata Gabriel Lele.
Menurut dia, Presiden Jokowi yang sering ke Papua, serta gencarnya pembangunan dan percepatan infrastruktur memicu gerakan separatis dan eskalasinya.
"Karena itu, refleksi terdalamnya adalah bagaimana memosisikan hubungan antara tindak kekerasan dengan gerakan pembangunan. Apakah ini dapat meredam konflik atau memacu konflik lanjutan?" lanjut Gabriel.
Gabriel mengidentifikasi gerakan KKB akhir-akhir ini menampakkan skalanya yang makin masif. Kenekatan KKB makin tinggi hingga membuat 36 prajurit TNI diserang dan nasibnya belum jelas.
Baca Juga: Di Hannover Messe Jerman, Jokowi: Indonesia Ingin jadi Pemain Besar Kendaraan Listrik
"Konon ada sembilang yang disandera KKB minta ditebus. Mudah-mudahan tidak ada eskalasi lebih lanjut,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh tim peneliti UGM, Gabriel mengemukakan titik-titik sporadis KKB tidak hanya pos keamanan yang dijaga TNI dan Polri.
Namun, pemukiman warga sipil yang kerap kali dibakar KKB. Mirisnya, masyarakat sipil justru yang paling banyak menjadi korban meninggal akibat kebrutalan KKB. Dari data yang kami himpun sampai Juli 2022, lingkungan aparat termasuk Polsek menjadi sasaran utama dari KKB.
"Makin canggih peralatan yang dibawa aparat makin menarik perhatian KKB untuk diserang, karena itu lingkungan aparat TNI/Polri menjadi sasaran utama," jelasnya.
Gabriel pun memberikan solusi bagi pemerintah dengan menggunakan tiga pendekatan. Di antaranya; dialog dan trust-building initiatives, pembangunan yang sensitif konflik dan langkah penegakkan hukum yang tegas tetapi humanis.
“Yang harus digarisbawahi adalah dialog versi kacamata Papua adalah referendum. Ini yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Pusat," ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Tim Terpadu Percepatan Pembangunan dan Kesejahteraan Bidang Polhukam Provinsi Papua, John A. Norotouw memetakan bahwa perubahan di Papua dipicu oleh tiga perubahan besar.
Baca Juga: Depok Ingin Merasakan Perubahan, Tangan Kaesang bin Jokowi Dinantikan: Kami Rindu
"Pertama, reformasi yang terjadi di Indonesia. Kedua, otonomi khusus yang diberlaukan di Papua. Ketiga, otonomi baru DOB," tutur Norotouw.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: