Dubes Uni Eropa Jadi Incaran Militer Sudan, Rumahnya Digeruduk dan Tentara Lakukan...
Duta Besar Uni Eropa untuk Sudan Aidan O’Hara diserang saat berada di kediamannya. Saat ini Sudan tengah dibekap pertempuran antara militer dan kelompok paramiliter bernama Rapid Support Forces (RSF).
“Beberapa jam lalu, Duta Besar Uni Eropa di Sudan diserang di kediamannya sendiri,” tulis kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell lewat akun Twitter resminya, Senin (17/4/2023).
Baca Juga: Bikin Merinding! Cerita Rumah Orang Indonesia di Sudan Digedor-gedor Pasukan Militer
Borrell menegaskan, serangan tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap Konvensi Wina. “Keamanan tempat dan staf diplomatik adalah tanggung jawab utama otoritas Sudan serta kewajiban di bawah hukum internasional,” katanya.
Sementara itu juru bicara Uni Eropa Nabila Massrali mengungkapkan, kondisi Aidan O’Hara baik-baik saja pasca penyerangan ke kediamannya.
“Keamanan staf adalah prioritas kami. Delegasi Uni Eropa belum dievakuasi. Langkah-langkah keamanan sedang dimulai,” ucap Massrali.
Belum diketahui siapa yang bertanggung jawab atas penyerangan terhadap O'Hara. Pertempuran antara militer Sudan dan RSF pecah pada Sabtu (15/4/2023) pekan lalu. Hal itu terjadi setelah RSF mengklaim berhasil menguasai istana kepresidenan, kediaman panglima militer, dan bandara internasional Khartoum.
RSF pun mengklaim mengambil alih bandara di kota Merowe dan el-Obeid. Militer Sudah menyangkal semua klaim RSF tersebut.
Utusan PBB untuk Sudan Volker Perthes mengatakan, hingga Senin lalu, pertempuran antara militer dan RSF telah menewaskan sedikitnya 185 orang dan melukai lebih dari 1.800 lainnya. Pertempuran masih berlangsung di beberapa daerah Sudan, termasuk di ibu kota Khartoum.
Pemimpin militer Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan telah melabeli RSF sebagai pemberontak. Dia menghendaki RSF dibubarkan. RSF dipimpin seorang jenderal bernama Mohamed Hamdan Dagalo.
Saat ini Sudan tengah berjuang melakukan transisi politik. Pada Oktober 2021, militer Sudan di bawah pimpinan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengkudeta pemerintahan mantan perdana menteri Abdalla Hamdok. Militer menangkap Hamdok dan sejumlah menteri di pemerintahannya.
Baca Juga: 3 Hari Berperang, Hampir 200 Nyawa Warga Sudan Melayang
Al-Burhan kemudian mengumumkan keadaan darurat. Dia pun membubarkan dewan kedaulatan transisi serta pemerintahan Hamdok. Tak hanya itu, al-Burhan menangguhkan beberapa ketentuan dokumen konstitusional yang menguraikan transisi politik di negara tersebut.
Sebelum kudeta, Sudan dikelola dewan berdaulat yang terdiri dari perwakilan militer dan sipil. Mereka bertugas mengawasi periode transisi hingga penyelenggaraan pemilu pada 2023.
Pada April 2019, militer Sudan melancarkan kudeta terhadap pemerintahan mantan perdana menteri Omar al-Bashir. Dia dilengserkan setelah memerintah selama 30 tahun.
Rakyat Sudan bersuka cita menyambut jatuhnya Al-Bashir. Saat ini dia mendekam di penjara di Khartoum.
Setelah dilengserkan, rakyat menuntut agar pemerintahan transisi dibersihkan dari unsur-unsur Al-Bashir. Setelah itu, Sudan dijalankan oleh pemerintahan transisi gabungan sipil-militer.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto