Konvoi Bantuan Kemanusiaan Diminta Lebih Diperhatikan, PBB Bilang Begini ke Sudan
PBB mendesak para pihak yang berkonflik di Sudan memberikan jaminan keamanan perjalanan bagi konvoi bantuan kemanusiaan. Desakan itu disampaikan setelah enam truk yang membawa bantuan untuk warga di sana menjadi target aksi penjarahan.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths mengatakan, dia berharap dapat mengadakan pertemuan tatap muka dengan para pihak yang bertikai di Sudan dalam dua atau tiga hari mendatang. Dia menyebut, pertemuan itu bisa berlangsung di Khartoum atau lokasi lain.
“Penting bagi saya bahwa kita bertemu secara fisik, tatap muka untuk membahas ini. Karena kita membutuhkannya untuk menjadi momen publik yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Griffiths, Rabu (3/5/2023).
Griffiths mengungkapkan, dia telah melakukan pembicaraan via telepon dengan pemimpin militer Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan komandan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo. Kepada mereka Griffith menyampaikan bahwa koridor bantuan khusus dan operasi pengangkutan udara diperlukan.
“Kami sangat jelas sekarang dalam persyaratan operasional kami seperti apa yang kami butuhkan dalam hal komitmen dari mereka,” ujar Griffiths.
Sebelumnya Griffiths telah diberitahukan oleh Program Pangan Dunia (WFO) bahwa enam truk mereka yang melakukan perjalanan ke wilayah barat Darfur menjadi target aksi penjarahan. Padahal militer Sudan dan RSF selaku dua pihak yang berkonflik menyatakan ada jaminan keselamatan serta keamanan.
Sudan memiliki populasi 46 juta jiwa. Sekitar sepertiganya kini bergantung pada bantuan kemanusiaan. Para mediator internasional telah mendesak militer Sudan dan RSF untuk melakukan pembicaraan damai.
Namun belum ada respons positif dari kedua belah pihak atas seruan tersebut. Militer Sudan mengatakan akan mengirim utusan untuk pembicaraan dengan pemimpin Sudan Selatan, Kenya, dan Djibouti.
Saat ini sebagian besar rumah sakit di Sudan tidak berfungsi. Banyak daerah tak memperoleh pasokan listrik dan air. Persediaan bahan makanan dan bahan bakar pun menipis.
Kendati demikian, pertempuran antara militer dan RSF masih berlangsung sengit di sejumlah daerah, termasuk ibu kota Khartoum. Padahal kedua belah pihak telah sepakat memperpanjang gencatan senjata.
Pada Selasa (2/5/2023) lalu otoritas Sudan menyampaikan, sejak pertempuran antara militer dan RSF pecah pada 15 April lalu, sebanyak 550 orang sudah dilaporkan tewas.
Sementara korban luka hampir mencapai 5.000 orang. Menurut PBB, sekitar 100 ribu orang telah melarikan diri dari Sudan ke negara-negara tetangga.
Pertempuran antara militer dan RSF berlangsung ketika Sudan tengah berusaha melakukan transisi politik menuju demokrasi sipil pasca ditumbangkannya rezim mantan presiden Omar al-Bashir oleh militer pada 2019.
Sebelum dilengserkan, Al-Bashir telah memerintah Sudan selama 26 tahun. Militer dan RSF bekerja sama dalam penggulingan al-Bashir.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait:
Advertisement