Berawal dari kesukaan mengonsumsi madu tapi ragu akan keaslian madu di pasaran, menjadi alasan Isnina (36) bersama sang suami, Suyadi (39), mengembangkan usaha Madu Suhita. Ia pun mulai belajar secara otodidak untuk membudidayakan lebah sejak 2016 hingga bisa memproduksi madu sendiri pada 2019.
Madu Suhita menawarkan madu hutan murni hasil produksi sendiri di rumah produksi madu yang beralamat di Jalan Purnawirawan I No. 40, Langkapura, Bandar Lampung. Berbagai jenis madu yang diproduksi antara lain madu trigona, melifera, dorsata, apicalis, dan thorasica yang dijual mulai dari Rp20 ribu hingga Rp500 ribu.
Isnina menceritakan kisah saat awal ia merintis usahanya. Mulanya ia beternak lebah di lahan di Jalan Batin Mangku Negara, Batu Putuk, Teluk Betung Utara, Bandar Lampung, yang kini menjadi lokasi Suhita Bee Farm. Saat itu ia mengaku mengalami beberapa kali kegagalan.
Baca Juga: Bersama Dekranas dan BUMN, BRI Dukung UMKM Naik Kelas dengan Sertifikasi TKDN
“Mulai budi daya (lebah madu) 2016. Ternyata budi daya sendiri tidak sesuai dengan yang kami bayangkan. Awal budi daya itu gagal, ditipu orang. Beli 30 kotak koloni lebah, satu kotaknya Rp1 juta. Ternyata tiap kotak tidak ada ratu lebahnya. 30 koloni itu habis kurang dari satu bulan, tinggal kotak-kotaknya saja,” kisahnya kepada Warta Ekonomi, Rabu (10/5/2023).
Tak menyerah untuk bisa menjual madu hasil panen sendiri, ibu tiga anak ini kembali membeli lebah, kali ini jenis trigona, dari Pulau Jawa. Sempat bertahan beberapa bulan, tapi hasilnya masih nihil. Pasalnya, lebah yang dirawat tidak menghasilkan madu.
Singkat cerita, setelah jatuh bangun berulang kali, akhirnya di tahun 2019, ia mampu memanen madu pertamanya. Keberhasilan ini berkat edukasi dari sebuah organisasi yang mengajarkan Isnina tentang budi daya lebah yang benar. Di tahun yang sama ia menjual madunya dengan merek dagang Madu Suhita.
Kini dari satu jenis lebah bisa menghasilkan madu mulai dari 10 kg hingga 3 ton dalam 40 hari. Madu Suhita tidak hanya berasal dari satu lokasi, tapi juga dari lahan peternakan lain, di antaranya Way Kanan, Pesisir Barat, Kalianda, hutan kampus Institut Teknologi Sumatera, juga Jambi.
Madu-madu yang berasal dari beberapa peternakan ini kemudian dikirim ke rumah produksi Madu Suhita. Di tempat inilah, madu diproses dengan cara diturunkan kadar airnya hingga dikemas dan siap dipasarkan.
Madu Suhita tidak menggunakan proses pemanasan maupun pemasakan ataupun penambahan bahan kimia sintetis untuk menurunan kadar air madu. Melainkan menggunakan metode dehumidifikasi untuk menjamin kualitas madu dan memperpanjang masa simpan madu.
Metode ini dilakukan dengan menghamparkan madu pada nampan foodgrade di ruangan tertutup serta kedap udara dan kedap cahaya menggunakan suhu di bawah 35 derajat celcius.
Cara ini bermanfaat untuk pemasaran produk madu. Jika masa simpan madu umumnya sampai satu tahun, Madu Suhita bisa lebih dari setahun. Madu Suhita sendiri sudah dipasarkan di berbagai ritel modern, apotek, koperasi, mal, dan reseller di berbagai wilayah Lampung dan berbagai kota besar di Indonesia.
Dengan perkembangan teknologi saat ini, Madu Suhita juga dijual melalui online lewat lokapasar seperti Tokopedia dan Shopee dan media sosial Whatsapp. Lewat pemasaran digital ini, Madu Suhita mampu meraup keuntungan yang lebih besar dibandingkan dari penjualan luring.
“80 persen penjualan berasal dari online, seperti WhatsApp dan marketplace,” beber sarjana Farmasi Univeritas Tulang Bawang ini.
Bahkan saat pandemi Covid-19, Isnina mengungkapkan, usahanya justru menuai berkah lantaran adanya permintaan madu yang tinggi. Saat itu Madu Suhita mampu cuan hingga Rp120 juta dalam sebulan. Padahal di awal-awal usahanya hanya meraih Rp1-3 jutaan.
“Sekarang di waktu normal, kalau dirata-rata omzet sekitar Rp40 jutaan per bulan,” ungkap perempuan yang juga berprofesi sebagai ASN Dinas Kesehatan Bandar Lampung.
Ia menuturkan bahwa jasa instansi perbankan turut berperan penting dalam usaha madu miliknya. Sejak empat tahun lalu tergabung sebagai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) binaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Madu Suhita mengalami perkembangan positif.
"Jadi binaan BRI, kami dapat pendampingan hingga pelatihan melalu Zoom. Tahun lalu (Madu Suhita) diusulkan ke BRILianpreneur 2022," bebernya.
Madu Suhita juga merupakan kreditur BRI yang mendapat dana pinjaman sejumlah Rp50 juta pada 2019. Sementara tahun lalu, dana pinjaman KUR ia tingkatkan lagi mencapai Rp250 juta.
"Dana digunakan untuk menambah modal dan perluasan pasar Madu Suhita," ungkapnya.
Sebagai informasi, Madu Suhita sudah memiliki perizinan mulai dari izin edar BPOM, sertifikat halal, hingga sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) dari Kementrian Pertanian sejak 2019.
“NKV ini semacam sertifikat penjamin mutu produk asal hewan. Kami yang pertama jadi penerima sertifikasi NKV di Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, Madu Suhita juga sudah mendapatkan sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), yang menjadi jaminan keamanan pangan melalui sistem yang dirancang sistematis dan terintegrasi sehingga produk Madu Suhita dapat bersaing di pasar internasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti