Hong Kong Tepis Isu Penahanan Mahasiswa Uighur, Abuduwaili Abudureheman
Hong Kong membantah menahan seorang sarjana Uyghur yang menurut aktivis hak asasi manusia hilang setelah tiba di kota itu awal bulan ini.
Abuduwaili Abudureheman mengirim pesan singkat kepada temannya pada 10 Mei mengatakan dia sedang diinterogasi oleh polisi di bandara.
Sejak saat itu dia tidak terdengar lagi kabarnya, kata teman-temannya kepada Amnesty International.
Kelompok hak asasi manusia telah menuntut Hong Kong untuk mengungkapkan keberadaannya, tetapi pemerintah mengatakan seruan seperti itu adalah fitnah dan "tidak berdasar dan tidak berdasar".
Pemerintah Hong Kong juga mengatakan tidak ada catatan bahwa Abudureheman telah tiba di wilayah tersebut atau ditolak masuk.
Pemerintah China telah dituduh melakukan tindakan brutal terhadap minoritas Muslim Uyghur, yang dibantahnya.
Abuduwaili, yang lahir di Xinjiang, telah tinggal di Korea Selatan selama tujuh tahun terakhir di mana dia mendapatkan gelar PhD dalam industri olahraga dan rekreasi. Dia terbang dari Seoul ke Hong Kong untuk mengunjungi temannya, kata Amnesti.
Kelompok tersebut mengatakan telah menerima informasi bahwa Abuduwaili berada dalam "daftar pantauan" warga Uighur dan Muslim lainnya dari wilayah barat laut Xinjiang, yang telah melakukan perjalanan ke luar China.
Amnesty mengatakan telah mencatat banyak kasus Uighur yang ditahan di China dan luar negeri hanya berdasarkan riwayat perjalanan ke luar negeri.
“Nasib Abuduwaili Abudureheman yang tidak diketahui sangat mengkhawatirkan, mengingat latar belakang kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan terhadap warga Uighur oleh pemerintah China di Xinjiang, dan pengejaran berkelanjutan terhadap warga Uighur yang telah melakukan perjalanan ke luar negeri,” kata Alkan Akad, seorang peneliti Amnesti.
Pemantau hak asasi manusia AS, Inggris, dan internasional menuduh Beijing menahan sekitar satu juta orang Uighur di apa yang disebut "kamp pendidikan ulang" di Xinjiang, mensterilkan wanita Uighur secara massal, memisahkan anak-anak dari keluarga mereka dan melanggar tradisi budaya mereka.
Wilayah ini juga diselimuti jaringan pengawasan yang luas, termasuk polisi, pos pemeriksaan, dan kamera yang memindai semuanya mulai dari pelat nomor hingga wajah individu.
China juga dituduh menargetkan tokoh Muslim dan melarang praktik keagamaan di Xinjiang, serta menghancurkan masjid dan makam.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto