Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mau Cawe-cawe Pemilu 2024, PKS Respons Sinis Pengakuan Jokowi: Panik karena Anies!

        Mau Cawe-cawe Pemilu 2024, PKS Respons Sinis Pengakuan Jokowi: Panik karena Anies! Kredit Foto: PKS
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pernyataan terbuka Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan cawe-cawe dalam kontestasi pemilu 2024 dinilai Wakil Ketua FPKS DPR RI, Mulyanto, sebagai sesuatu yang tidak pantas dan menyalahi kaidah demokrasi.

        Presiden, kata Mulyanto, harusnya netral dalam penyelenggaraan pemilu. Ia tidak boleh ikut campur dalam urusan dukung mendukung atau jegal-menjegal salah satu kandidat. Presiden cukup menjamin pemilu terselenggara sesuai jadwal secara jurdil.

        Baca Juga: Akui Akan Cawe-cawe di Pilpres, Jokowi Kena Semprot Demokrat: Dia Bukan Ketua Partai!

        Mulyanto menegaskan, presiden harus paham bahwa setiap pemerintahan ada umur berkuasanya. Karena itu, presiden harus menghormati mekanisme pergantian kekuasaan ini dengan legawa, bukan dengan sibuk cawe-cawe mendukung satu kandidat sambil menjegal kandidat lainnya.

        "Kalau Presiden cawe-cawe terlalu jauh, sama saja mengkhianati demokrasi. Ini kan utamanya soal partisipasi publik dan otoritas partai. Biarkan publik dan partai berdaulat menentukan siapa yang berhak melanjutkan kursi kepemimpinan nasional," tegas Mulyanto, dalam keterangan tertulisnya kepada Warta Ekonomi, Selasa (30/5/2023).

        Mulyanto melihat Presiden panik dengan popularitas dan elektabilitas Anies Baswedan yang terus meningkat. Sementara, Anies diyakini Jokowi merupakan figur capres yang tidak bisa diandalkan untuk melanjutkan program-program yang sedang dijalankan. Karena itu, untuk mengamankan program yang sudah dijalankan, Presiden merasa perlu cawe-cawe mendukung capres selain Anies Baswedan.

        Wakil Ketua FPKS DPR RI ini menilai, campur tangan kekuasaan dalam urusan pemilu sudah terlampau jauh. Bahkan, cenderung norak dan memalukan. Hal tersebut ditandai dengan adanya mobilisasi seluruh lembaga negara untuk mendukung sekaligus menjegal salah satu kontestan pemilu, di antaranya melalui MK dan MA.

        "Kita menginginkan publik partisipatif terhadap demokrasi yang berlangsung. Mereka kan subjek, bukan sekadar objek demokrasi," tegasnya.

        Baca Juga: Luhut Pandjaitan Sebut Dirinya Cuma Bisa Bawa Masalah ke Presiden Jokowi, Adian Napitupulu: Terus Saya Harus Bawa Apa? Bawa Perempuan?

        "Kita menginginkan Indonesia sebagai negara demokrasi benar-benar dapat mengelola aspirasi publik ini dengan baik. Kita tidak ingin demokrasi yang menutup aspirasi dan partisipasi publik dan mengokohkan sosok partai yang otoriter dan berkarakter dinasti," pungkas Mulyanto.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: