Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Stafsus Menkeu Bantah Ucapan JK: RI Tak Keluarkan Rp1.000 T Per Tahun untuk Bayar Utang

        Stafsus Menkeu Bantah Ucapan JK: RI Tak Keluarkan Rp1.000 T Per Tahun untuk Bayar Utang Kredit Foto: Alfida Rizky Febrianna
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo membantah pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang menyebut bahwa Indonesia membayar utang sebesar Rp1.000 triliun dalam setahun.

        Melalui cuitannya di Twitter, yang dikutip Sabtu (3/6/2023), Prastowo menegaskan, pemerintah tidak mengeluarkan uang hingga Rp1.000 triliun per tahun untuk membayar utang negara.

        "Kita tidak mengeluarkan Rp1.000 T per tahun untuk membayar utang seperti yang disampaikan oleh Pak JK. Bu Sri Mulyani sudah merespon ini," tulis Prastowo.

        Baca Juga: Utang Negara Terus Meningkat, Pemerintah Diminta Susun Roadmap Kurangi Utang

        Dalam cuitannya itu, dia menyertakan tabel pengeluaran pembiayaan dari tahun 2017-2021. Dari tabel tersebut tampak pemerintah membayar pokok dan bunga utang pada 2021 senilai Rp902,37 triliun. Jumlah itu lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya di mana pada 2020 utang yang dibayarkan Rp770,57 triliun, 2019 Rp837,91 triliun, 2018 Rp759,26 triliun, dan 2017 Rp566,78 triliun.

        "Dalam pembayaran pokok dan bunga utang, Pemerintah sangat berhati-hati dan terukur agar kemampuan bayar dan kesinambungan fiskal tetap terjaga. Berikut datanya. Transparan tiada yang perlu ditutupi, sdh diaudit BPK," ujarnya.

        Prastowo melanjutkan bahwa rasio utang terhadap PDB per April 2023 turun menjadi 39,17% dari 39,57% pada Desember 2022. Kebijakan countercyclical penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi sempat membuat rasio utang meningkat sebesar 39,4% PDB pada 2020 dan 40,7% PDB pada 2021.

        "Kemampuan recovery yang baik membuat ekonomi Indonesia mampu bangkit, sekaligus menurunkan debt ratio. Pada 2021, rasio utang Indonesia (40,7%) jauh di bawah rerata emerging market. China bahkan menyentuh 71,5%," jelasnya.

        Dia juga menjelaskan, sebagian besar utang Indonesia dalam mata uang rupiah atau 73% utang Indonesia berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) domestik. Hal ini untuk menekan market risk dari melambungnya nilai utang karena pelemahan rupiah.

        Risiko utang Indonesia disebutnya menurun tajam. Hal ini ditandai dengan debt service ratio (DSR) dari 2020 sebesar 47,3% menjadi 34,4% pada tahun 2022 dan menurun lagi per April 2023 menjadi 28,4%. DSR adalah rasio pembayaran pokok dan bunga utang dengan pendapatan.

        Interest ratio (rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan) juga menurun, dari 19,3% pada 2020 menjadi 14,7% pada 2022 dan 13,95% per April 2023.

        "Penurunan DSR dan IR ini menunjukan bahwa kemampuan APBN dalam membayar biaya utang (pokok dan bunga) semakin menguat," tandasnya.

        Sebelumnya, JK menyebut tingginya utang Indonesia saat ini adalah gabungan antara utang pemerintahan sebelumnya dengan pemerintahan sekarang. Namun, dia menegaskan, utang pemerintah saat ini yakni dalam kepemimpinan Presiden Jokowi adalah yang terbesar.

        "Setahun bayar utang dan bunga sampai seribu triliun. Ini terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka," kata JK dalam milad ke-21 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (20/5/2023).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rosmayanti
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: