Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        NATO Terpecah, Ukraina Makin Merugi Aja Nih!

        NATO Terpecah, Ukraina Makin Merugi Aja Nih! Kredit Foto: Reuters/Louise Delmotte
        Warta Ekonomi, Kiev, Ukraina -

        Para pemimpin negara-negara NATO terpecah dalam menanggapi Ukraina. Ini terjadi setelah pertemuan Komunitas Politik Eropa di Moldova yang digelar Kamis (1/6/2023) mendengar permintaan Presiden Volodymyr Zelensky.

        Dalam forum itu Zelensky mengungkapkan permintaan persenjataan dari keanggotaan Ukraina pada NATO dan Uni Eropa. Menurutnya, semua negara yang berbatasan dengan Rusia harus menjadi anggota penuh dari kedua organisasi tersebut.

        Baca Juga: Kelemahan Usulan Perdamaian Prabowo yang Langsung Ditolak Mentah-mentah Ukraina, Ternyata Singgung Hal Sensitif!

        "Itu karena Moskow mencoba menelan hanya mereka yang berada di luar ruang keamanan bersama," kata Zelensky, dikutip Al Jazeera, Senin (5/6/2023).

        Dia menyerukan lebih banyak dukungan Eropa di lapangan, yang menurutnya menyelamatkan nyawa dan secara harfiah mempercepat perdamaian.

        Menurut Stefanie Dekker dari Al Jazeera, yang melaporkan dari KTT tersebut, mengatakan Zelensky adalah pemimpin asing pertama yang tiba di lokasi, sebuah langkah yang tidak mungkin terjadi secara "kebetulan".

        Pilihan untuk mengadakan KTT di Moldova, bekas republik Soviet yang berpenduduk sekitar 2,6 juta orang di dekat Ukraina, dipandang sebagai pesan kepada Kremlin dari Uni Eropa dan pemerintah Moldova yang pro-Barat.

        Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan pada pertemuan tersebut, "Pertemuan kami hari ini di Moldova berbicara banyak. Negara ini berbatasan dengan Ukraina dan di sini, ancaman Rusia terlihat jelas."

        Kanselir Jerman Olaf Scholz, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak juga hadir.

        Sementara itu di Norwegia, perpecahan di antara para sekutu NATO mengenai kecepatan aksesi Kiev menjadi jelas, hanya beberapa minggu sebelum pertemuan puncak yang menentukan pada pertengahan Juli di Vilnius.

        "Semua sekutu setuju bahwa Moskow tidak memiliki hak veto terhadap perluasan NATO," kata kepala NATO Jens Stoltenberg kepada para menteri luar negeri yang berkumpul di Oslo, yang berusaha menghilangkan tanda-tanda perselisihan.

        NATO setuju pada tahun 2008 bahwa Ukraina pada akhirnya akan bergabung dengan aliansi tersebut, namun para pemimpinnya sejauh ini tidak mengambil langkah-langkah, seperti memberikan rencana aksi keanggotaan kepada Kiev, yang akan menjabarkan jadwal untuk membawa Ukraina lebih dekat ke dalam pakta militer tersebut.

        Sementara Kiev dan sekutu-sekutu terdekatnya di Eropa Timur telah menyerukan langkah-langkah konkret untuk membawa Ukraina lebih dekat ke dalam keanggotaan, pemerintah-pemerintah Barat, seperti Amerika Serikat dan Jerman, telah mewaspadai langkah apa pun yang dapat membawa aliansi ini lebih dekat ke arah perang dengan Rusia.

        Baca Juga: Angkatan Udara Ukraina dengan Gampangnya Hadiahi Serangan Udara buat Pasukan Rusia, Ada Apa Putin?

        Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis mengatakan bahwa Kiev telah mengalami dua kali invasi sambil menunggu jawaban dari NATO selama 14 tahun.

        "Sudah saatnya kita benar-benar duduk dan menemukan jawaban yang sangat konkret tentang bagaimana Ukraina akan bergerak lebih dekat dengan NATO dan kapan mereka menjadi anggota aliansi," katanya, sebuah seruan yang juga digaungkan oleh mitranya dari Estonia.

        Sekutu-sekutu lain, seperti Jerman dan Luksemburg, menekankan risiko-risiko jika NATO terburu-buru mengizinkan Kiev bergabung, sementara Hongaria menyatakan dengan jelas bahwa aksesi NATO Ukraina tidak dapat menjadi agenda dalam KTT yang akan datang.

        "Kebijakan pintu terbuka NATO tetap berlaku, tetapi pada saat yang sama, jelas bahwa kita tidak dapat berbicara tentang menerima anggota baru (yang berada) di tengah-tengah perang," kata Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: