Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Hindari Fintech Gagal Bayar, OJK Wajib Terus Awasi dan Beri Penalti pada P2P Lending

        Hindari Fintech Gagal Bayar, OJK Wajib Terus Awasi dan Beri Penalti pada P2P Lending Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah, khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perlu meningkatkan pengawasan untuk mengurangi risiko gagal bayar atau non-performing loan (NPL) pada peer-to-peer lending (P2P) atau teknologi finansial (fintech).

        Dilansir dari keterangan resmi pada Kamis (15/6/2023), peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Amira Husna Natanegara menyatakan OJK perlu meningkatkan pengawasan dan memberi penalti.

        “OJK perlu meningkatkan pengawasan dan memberikan penalti terhadap platform yang mengalami masalah non-performing loans,” jelas Amira. 

        Baca Juga: Fintech AdaKami Catat Kenaikan Pembiayaan 19% selama Periode Idulfitri 2023

        Pada Desember 2022, terdapat 21 perusahaan telah diminta untuk memberikan dan menerapkan action plan untuk memperbaiki kelancaran kredit bermasalah. Hal ini perlu adanya kelanjutan sanksi atau penalti bagi platform P2P lending yang gagal memenuhi action plan, penalti berupa pemberhentian distribusi pinjaman atau pencabutan lisensi sementara.

        Berdasarkan Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016, fintech lending atau P2P lending termasuk dalam Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI), yakni penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) dalam rangka pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah melalui sistem elektronik dengan jaringan internet.

        P2P lending diminati karena menjadi solusi untuk peminjam yang membutuhkan dana cepat dan aksesibel, terutama di kalangan unbanked dan underbanked

        Namun, kemudahan dari skema pembiayaan P2P lending tidak lepas dari kemungkinan gagal bayar. Risiko ini sudah melekat akibat faktor-faktor yang ada pada model P2P lending, seperti profil borrower, gejolak ekonomi dan juga mismanajemen dari P2P lending sendiri.

        Maraknya gagal bayar pinjaman platform P2P lending berawal sejak masa pandemi. Menurut data Fintech Lending yang dipublikasi OJK, penurunan Tingkat Keberhasilan Bayar 90 Hari (TKB90) Fintech Lending pada Juli 2020 mencapai 5,61% dari tahun sebelumnya. TKB90 merupakan salah satu indikator keberhasilan pembayaran borrower atau peminjam dalam jangka waktu 90 hari.

        Amira menambahkan, selain meningkatkan pengawasan, beberapa hal ini dapat dilakukan untuk mengurangi risiko gagal bayar, yaitu platform P2P lending dapat diwajibkan untuk mengejar pinjaman yang menunggak dari borrower dan menuntaskan pembayaran kepada lenders sebelum kembali menyalurkan pinjaman baru.

        Kriteria borrower yang memiliki histori kredit bermasalah juga dapat dievaluasi kembali untuk penyaluran pinjaman kedepannya.

        Pemanfaatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) yang dikelola OJK juga dapat ditingkatkan, khususnya penerapan manajemen risiko kredit atau pembiayaan. Saat ini, data pinjaman fintech lending tidak dicantumkan dalam SLIK.

        OJK telah mewajibkan penyelenggara fintech untuk menyampaikan data transaksi pendanaan pada Pusdafil melalui POJK Nomor 10 /POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

        Namun, perlu adanya integrasi Pusdafil dengan SLIK sehingga pemanfaatan data real-time terkait pengguna, transaksi pendanaan dan kualitas pendanaan dapat ditingkatkan platform fintech maupun badan pengawas dalam untuk menyusun mitigasi risiko NPL.

        Walaupun begitu, Amira menekankan pentingnya sosialisasi dan literasi berkala terhadap risiko-risiko melekat pada tipe pembiayaan P2P lending, terutama kepada lender potensial.

        “Hal ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat secara utuh agar dapat membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan ketika berinvestasi di P2P," tegasnya. 

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nadia Khadijah Putri
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: