Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        IESR Dorong Indonesia Atasi Tantangan Pembiayaan EBT di ASEAN: Butuh Investasi US$987 M sampai 2030

        IESR Dorong Indonesia Atasi Tantangan Pembiayaan EBT di ASEAN: Butuh Investasi US$987 M sampai 2030 Kredit Foto: Unsplash/Zbynek Burival
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Pemerintah Indonesia untuk mengatasi tantangan pembiayaan pembangunan energi terbarukan di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN. 

        Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum mengatakan, salah satunya adalah dengan mengoptimalisasi pelaksanaan taksonomi hijau ASEAN dan menciptakan berbagai skema pembiayaan inovatif.

        Berdasarkan laporan International Renewable Energy Agency (IRENA), Asia Tenggara memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar dan pada tahun 2050, dua per tiga kebutuhan energi kawasan dapat dipenuhi dengan menggunakan energi terbarukan saja.

        Baca Juga: IESR ke Pemerintah: Pensiunkan 8,6 GW PLTU Batu Bara Sebelum 2030!

        Potensi energi terbarukan yang masif ini perlu dikembangkan segera mungkin untuk mengejar target net zero emission di pertengahan abad sesuai Perjanjian Paris.

        Citra mengatakan, investasi yang diperlukan untuk transisi energi di ASEAN dalam jangka pendek sampai 2030 mencapai US$987 miliar untuk skenario net-zero 2050, mengutip analisis IRENA yang dilakukan di tahun 2022.

        Dari angka tersebut, 40 persen di antaranya diperlukan untuk pembangkitan listrik, terutama peningkatan penetrasi energi terbarukan.

        “Pertumbuhan energi terbarukan di Asia Tenggara cenderung tidak konsisten, dengan kerangka kebijakan dan investasi di masing-masing negara yang kurang mendukung atau terus berubah," ujar Citra dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (22/6/2023).

        Citra menyebut, sejak Perjanjian Paris ditandatangani, Fair Finance Asia justru mencatat masih terdapat sejumlah besar pembiayaan untuk penambangan batu bara dan PLTU dialirkan ke Asia, mencapai US$683 miliar; termasuk ke Indonesia, Filipina, dan Vietnam. 

        Lanjutnya, untuk percepatan transisi energi dan investasi energi terbarukan di Asia Tenggara, diperlukan upaya-upaya yang lebih terkonsolidasi.

        "Misalnya mendorong pasar untuk pembiayaan berkelanjutan regional dengan taksonomi hijau ASEAN, menyediakan fasilitas manajemen risiko pengembangan proyek energi terbarukan, hingga adanya sinergi kebijakan dan peraturan yang memungkinkan tumbuhnya skema-skema pembiayaan inovatif,” tandasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Djati Waluyo
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: