Survei Voxpopuli: Kepuasan 80,4 Persen, Publik Pilih Capres yang Jamin Keberlanjutan Program Jokowi
Berjarak delapan bulan menuju Pemilu 2024, tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencapai rekor tertinggi. Temuan survei Voxpopuli Research Center menunjukkan sebanyak 80,7 persen publik merasa puas terhadap kepemimpinan Jokowi.
Di antara yang menyatakan puas, sebanyak 6,8 persen bahkan merasa sangat puas dipimpin oleh Jokowi. Hanya 16,8 persen yang merasa tidak puas, di antaranya 1,3 persen tidak puas sama sekali, dan sisanya 2,6 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Baca Juga: Survei Indometer: Kepuasan Tembus 81,4%, Jokowi Jadi Faktor Penentu Pilpres
Kepuasan publik yang sangat tinggi menjelang berakhirnya pemerintahan Jokowi periode kedua menjadi isyarat bahwa publik berharap kepemimpinan nasional berikutnya bisa menjamin keberlanjutan program-program Jokowi.
"Tingkat kepuasan hingga 80,4 persen menunjukkan bahwa publik bakal memilih capres yang bisa menjamin keberlanjutan program Jokowi," ungkap Direktur Komunikasi Voxpopuli Research Center Achmad Subadja dalam keterangan tertulis kepada pers di Jakarta, pada Senin (3/7/2023).
Menurut Achmad, publik mengakui kerja-kerja Jokowi dalam meletakkan pondasi bagi kemajuan bangsa. Selama kurun dua periode pemerintahan, Jokowi memfokuskan pada program-program strategis, khususnya pembangunan infrastruktur sebagai program andalan.
"Strategi pembangunan nasional bukan kebijakan yang betul-betul baru, tetapi sudah dilakukan oleh pemerintahan sebelum-sebelumnya, bahkan dari masa kolonial, oleh Bung Karno, Pak Harto, hingga pemerintahan pasca-reformasi," Achmad menegaskan.
Hanya saja kerap kali terjadi gejolak sosial-politik yang menghambat terlaksananya program-program pembangunan tersebut. Bung Karno memiliki visi pembangunan nasional semesta berencana, tetapi berujung pada krisis ekonomi berupa hiper-inflasi.
Soeharto mengambil alih kekuasaan pasca-peristiwa G30S/1965, dan menyusun tahap-tahap pembangunan lima tahunan. Indonesia diramalkan bakal tinggal landas, tetapi krisis moneter pada 1998 menghempaskan kembali, mencipakan kebangkrutan pada berbagai sektor ekonomi.
Sejumlah kalangan menyebut Indonesia sebagai macan Asia yang masih terlelap. Potensi besar sumber daya alam, jumlah penduduk yang sangat besar, dan faktor-faktor produktif lainnya belum termanfaatkan secara maksimal.
Kendala utama adalah hambatan bagi arus logistik, yang kemudian diselesaikan melalui gencarnya pembangunan infrastruktur berupa jalan tol, revitalisasi kereta api, bandara, dan pelabuhan, hingga kapal-kapal barang dalam tol laut untuk menghubungkan pulau-pulau.
Infrastruktur lainnya adalah pendukung untuk sektor pertanian, berupa pembangunan waduk, embung, bendungan, dan saluran irigasi. Pertanian terbukti paling tangguh ketika sektor-sektor ekonomi yang lain terpuruk dihantam pandemi Covid-19.
"Sulit dibayangkan akan seperti apa gejolak yang muncul jika pertanian terbengkalai dan barang-barang tidak lancar terkirim di tengah pandemi," tutur Achmad.
Justru sekarang sektor e-commerce berkembang pesat karena pusat-pusat perbelanjaan ditutup selama pandemi.
Jokowi juga menyadari ketergantungan ekonomi nasional dalam kegiatan ekstraktif. Di satu sisi ekspor komoditas memang memberi devisa yang sangat besar dan bisa menopang subsidi, khususnya ketika disrupsi dan gejolak pangan dan energi sebagai dampak perang di Ukraina.
"Strategi hilirisasi dengan melarang ekspor mineral mentah dan mendorong pembangunan smelter berhasil meningkatkan nilai tambah, bahkan berpotensi menjadikan Indonesia sebagai pusat pertumbuhan baru dalam ekosistem kendaraan listrik," lanjut Achmad.
Masih banyak program-program lain termasuk di luar infrastruktur yang mempengaruhi tingkat kepuasan publik. "Tentu saja masih ada sejumlah hal yang belum terselesaikan dan menjadi PR bagi pemimpin nasional berikutnya," tegas Achmad.
Publik melihat keberlanjutan program-progam yang sudah ada akan sangat menentukan apakah Indonesia akan bergerak menjadi negara maju, sesuai visi Indonesia Emas 2045, ataukah mengulangi kegagalan era Orde Baru dengan kembali "tertinggal di landasan".
"Publik bakal memilih capres-cawapres yang paling bisa menjamin keberlanjutan program-program Jokowi, alih-alih mengubah arah pembangunan yang sudah berada pada jalur yang tepat," pungkas Achmad.
Survei Voxpopuli Research Center dilakukan pada 15-21 Juni 2023, kepada 1200 responden yang dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling) mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: