Kebocoran Data Marak di Indonesia, Pendiri CDP: Perusahaanlah yang Harus Siap...
Konferensi pemasaran dan teknologi Vibe Martech Fest kembali menghelat acaranya di hari kedua terkait pelatihan (workshop) mengenai cara mendapatkan data yang tepat untuk pelanggan bagi perusahaan atau organisasi di Jakarta pada Rabu (2/8/2023).
Dalam sesi tersebut, pendiri atau founder Customer Data Platform (CDP) Institute, David Raab menjelaskan tentang tata cara untuk mendapatkan data yang tepat bagi pelanggan dengan menggunakan teknologi pemasaran atau marketing technology (martech). Ia melibatkan peserta pelatihan untuk berpendapat soal aspek-aspek yang perlu dilakukan.
Salah satu peserta mengatakan, manajemen hubungan pelanggan atau customer relationship management (CRM) yang terintegrasi dengan semua titik menjadi penting.
Baca Juga: Konferensi Pemasaran dan Teknologi Vibe Martech Fest Hadirkan 200+ Pemimpin Perusahaan
Tidak hanya itu, sesi diskusi ini juga membahas tentang cara mengatasi kesenjangan atau gap untuk mendapatkan data-data tersebut. Caranya adalah dengan mengidentifikasi kebutuhan perusahaan, menguasai arsitektur yang akan digunakan, hingga mencari atau menentukan perangkat lunak (software) yang tepat.
Raab juga menambahkan, masalah terbesar dalam pengumpulan data pelanggan yang tepat terletak pada perusahaan atau organisasi itu sendiri, di samping masalah tentang pengumpulan data itu sendiri.
Lantas, dengan mendapatkan data-data pelanggan tersebut, bukankah artinya melacak data pelanggan? Bagaimana dengan keamanan data pelanggan? Dan bagaimana persoalan kebocoran data yang kerap muncul di Indonesia? Raab menanggapi pertanyaan Warta Ekonomi terkait hal itu.
“Jadi, secara praktisnya, soal manajemen kebocoran data ini bergantung lokasi atau negara Anda. Di Amerika Serikat, mereka membuat sebuah regulasi untuk menginformasikan masyarakat terkait kebocoran data selama empat hari. Namun untuk Indonesia, jelasnya, mereka mungkin memiliki persyaratan hukum,” jelas Raab ketika menjawab pertanyaan Warta Ekonomi di sesi diskusi tersebut pada Rabu (2/8/2023).
Raab melanjutkan, apa pun persyaratan hukumnya, tentu perusahaan, brand atau organisasi akan menghadapi kebocoran data. Namun, ia menekankan bagaimana mereka memberitahu publik soal hal tersebut. Mereka–yang menurut Raab–untuk tidak menyembunyikan masalah tersebut, bahkan tidak memposisikan hal tersebut sebagai keuntungan.
“Secara praktikal, mereka harus benar-benar merencanakan secara matang bagaimana untuk menghadapi masalah tersebut, dan seperti apa komunikasi yang akan disebarluaskan,” imbuh Raab.
Di samping itu, masalah kasus keamanan data yang sering bocor di Indonesia, Raab justru mengatakan bahwa pihak internal perusahaan, organisasi atau brand-lah yang harus siap dari segi tim yang mengelola privasi dan keamanan data, bahkan memiliki standar keamanan di internal sendiri.
“Pertama-tama, Anda harus memastikan pembocor data tidak memiliki akses lebih banyak. Kedua, Anda harus memastikan bahwa perusahaan harus menjelaskan secara tepat pada publik tentang apa yang sebenarnya mereka lakukan dengan data tersebut,” sambung Raab serius. Dalam arti, Raab menyarankan, agar perusahaan, organisasi, atau brand untuk lebih terbuka mengomunikasikan ke mana data dipergunakan.
“Setidaknya perusahaan, brand atau organisasi punya kebijakan yang cukup mapan dan secara umum, melakukan pekerjaan dengan cukup baik,” pungkasnya.
Di akhir sesi, Raab menyimpulkan, untuk mendapatkan data pelanggan yang tepat, maka dibutuhkan proses sistematis sebagai kunci suksesnya. Ia memaparkan, hal tersebut meliputi kemampuan perusahaan atau organisasi untuk membangun interaksi, membuat persyaratan yang akurat, dan menyampaikan rencana pengembangan.
Baca Juga: Bagaimana AWS Dorong Keberlanjutan terhadap Data untuk Sektor Keuangan?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: