Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyesalkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang dan berujung pada meninggalnya korban.
Menteri PPPA mendorong aparat penegak hukum menerapkan sanksi hukum yang setimpal dengan mengenakan UU UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Baca Juga: Bertemu Anak-anak Disabilitas Wonogiri, Menteri PPPA: Mereka Harus Dipenuhi Haknya
"Tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang merenggut nyawa seorang perempuan adalah tindakan yang tidak dapat diterima dalam masyarakat yang beradab. Kita tak bisa tinggal diam saat kasus semacam ini terjadi. Kami sangat menyesal atas perbuatan terduga pelaku yang begitu tega menghabisi nyawa istrinya sendiri," tegas Menteri PPPA dalam keterangannya, Kamis (31/8/2023).
Menteri PPPA juga memberikan apresiasi atas respons cepat dari Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, beserta jajaran yang langsung mengunjungi lokasi tempat kejadian perkara.
"Kami memberikan apresiasi yang tinggi atas kesigapan dari Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, beserta jajaran yang tanpa menunggu lama langsung mengunjungi lokasi kejadian, memastikan korban segera mendapatkan tindakan dan mengupayakan pendampingan bagi keluarga korban. Terima kasih atas perhatian dari Walikota yang akan membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga korban dan mendampingi dua anak pelaku dan korban di Rumah Duta Revolusi Mental untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dari psikolog," ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menambahkan, Tim Layanan SAPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Semarang pada proses pendampingan kasus ini.
"Segera setelah menerima laporan, Tim Layanan SAPA melakukan koordinasi dengan UPTD PPPA Kota Semarang untuk memastikan proses penjangkauan kasus yang sudah dilakukan. Pihak kami juga mendampingi proses pemakaman terhadap jenazah korban, pendampingan kepada anak dan keluarga korban, serta dilakukan assesment lebih lanjut oleh tim penanganan perkara. Sanksi pidana harus mencerminkan seriusnya tindak kekerasan terduga pelaku dan merujuk pada hukum yang berlaku. Kami juga memberikan apresiasi yang telah berhasil menangkap terduga pelaku," ujar Menteri PPPA.
Atas tindak pidana yang dilakukan, terduga pelaku dapat dikenakan pasal 6 huruf a Jo 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang berbunyi: "Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp45 juta".
"Saya berharap kiranya seluruh pihak dapat melakukan berbagai upaya sinergi dan kolaborasi agar kejadian tersebut tidak terulang kembali. Diharapkan agar Dinas PPPA dan UPTD PPA yang ada di provinsi dan kabupaten/kota dapat melakukan upaya pencegahan dan memfasilitasi, sosialisasi, kampanye dan literasi lainnya terkait Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. UU PKDRT adalah salah satu peraturan yang melakukan terobosan hukum karena terdapat beberapa pembaharuan hukum pidana yang belum pernah diatur oleh undang–undang sebelumnya," kata Menteri PPPA.
Menteri PPPA juga mengajak semua perempuan yang mengalami kasus kekerasan fisik, kekerasan mental, dan kekerasan seksual untuk berani melapor. Untuk memudahkan aksesibilitas kepada korban atau siapa saja yang melihat, dan mendengar adanya kekerasan dapat melaporkan melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08-111-129-129.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum