Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Rumit, Naik Turun Kesetaraan Hak Politik Masyarakat Indonesia dalam Putusan MK

        Rumit, Naik Turun Kesetaraan Hak Politik Masyarakat Indonesia dalam Putusan MK Kredit Foto: Freepik
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan syarat calon presiden dan wakil presiden berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. 

        Putusan MK itu dianggap publik sebagai kongkalikong kekuasaan untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka. Sentimen publik pun mencuat terkait politik dinasti.

        Baca Juga: Bukan Hanya Demokrasi dan Ekonomi, Keputusan MK Berakibat pada Implikasi Serius

        Mengenai hal ini, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menegaskan, semua warga negara memiliki hak politik yang sama. Menurutnya, hak politik itu tak boleh diamputasi meski ia memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa.

        "Saya berpandangan bahwa semua warga negara yang telah memenuhi ketentuan, memiliki hak politik yang sama. Tak boleh dikebiri atau diamputasi karena hubungan pernikahan atau kekerabatan dengan penguasa," kata Kamhar kepada wartawan, Selasa (24/10).

        Kamhar menuturkan, polemik tentang politik dinasti ini selalu menjadi diskursus publik, utamanya menjelang pemilu dan pilkada. 

        Dia mengatakan, ada pandangan yang menyatakan bahwa kategori politik dinasti mencakup kerabat orang yang sedang berkuasa memiliki hubungan darah maupun ikatan pernikahan. Sebaliknya, ada yang menyatakan tidak ada politik dinasti.

        "semua sudah ada aturan dan mekanismenya, yang menentukan adalah rakyat," kata Kamhar.

        Meski demikian, Kamhar tak menghendaki tampilnya seseorang ke panggung politik karena perlakuan istimewa dengan digelarkan karpet merah akibat pengaruh politik penguasa, faktor primordial atau hubungan pernikahan tanpa dibarengi kompetensi dan rekam jejak yang memadai. 

        "Ini menabrak prinsip-prinsip merit system dan mendistorsi demokrasi," tutupnya.

        Kamhar menambahkan, terkait putusan MK terlepas dari polemik yang menyertainya, publik berharap MK sepatutnya memiliki imperatif moral dan konstitusional untuk menjaga dan meningkatkan derajat dan kualitas demokrasi.

        Baca Juga: Tak Khawatir Lawan Prabowo-Gibran, Anies Yakin Jokowi Netral

        "Meskipun demikian, karena telah menjadi keputusan tentunya keputusan ini kita hormati," ucapnya.

        Sementara itu, Litbang Kompas mengeluarkan hasil survei tentang pencalonan putra sulung Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden. Gibran resmi diusung sebagai Cawapres Prabowo oleh Koalisi Indonesia Maju pada Minggu (22/10). 

        Kabar Gibran maju Cawapres santer setelah putusan MK mengabulkan sebagian gugatan syarat Capres-Cawapres pada Senin (16/10). MK menyatakan harus berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Putusan ini dikaitkan dengan pencalonan Gibran.

        Baca Juga: Arahan Jokowi, Menkop Teten Akan Temui CEO TikTok Bangun Paltform Baru

        Litbang Kompas menanyakan kepada responden, 'Menurut Anda, jika Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres di 2024 apakah itu bentuk dari politik dinasti?'. 

        Hasil Survei

        Hasilnya, 60,7 persen menjawab setuju Gibran menjadi Cawapres merupakan bentuk politik dinasti dari Presiden Jokowi.

        Sementara, 24,7 persen menyatakan pencalonan Gibran bukan politik dinasti. Sisanya, 14,6 menyatakan tidak tahu.

        Kompas mengembangkan pertanyaan apakah jika ada politik dinasti bakal membatasi hak politik orang lain. 47,2 persen publik menjawab membatasi hak politik.

        Kemudian, 41,9 persen publik menjawab tidak membatasi hak politik, 10,9 persen menjawab tidak tahu.

        Survei Litbang Kompas dilakukan dengan pengumpulan pendapat melalui telepon ada 16-18 Oktober 2023. Sebanyak 512 responden dari 34 provinsi berhasil diwawancara.

        Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi. Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen.

        Baca Juga: Sebelum Daftar Pilpres di KPU, Prabowo-Gibran Diperkenalkan ke Publik di Indonesia Arena Besok

        Margin of error penelitian lebih kurang 4,35 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana. Meskipun demikian, kesalahan di luar pengambilan sampel dimungkinkan terjadi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: