Hasil Survei Polmatrix Indonesia menunjukkan adanya pergeseran kubu dengan elektabilitas tertinggi jelang ajang dari Pilpres 2024. PDI Perjuangan (PDIP) berhasil disalip oleh Partai Gerindra.
Gerindra terlihat berhasil mengungguli PDIP dengan meraih elektabilitas 17,8 persen. Tren menguatnya Gerindra tercatat sejak bulan Maret, seiring dengan jebloknya elektabilitas PDIP. Meskipun sempat naik dan mengalami rebound, tetapi akhirnya PDIP tersalip oleh Gerindra dengan selisih tipis, yakni elektabilitasnya sebesar 17,4 persen.
Baca Juga: Bobby Dipecat PDIP, Gibran: Ini Konsekuensi Pilihan Politik
Jika elektabilitas Gerindra terus meningkat, terkerek oleh melejitnya dukungan publik terhadap pasangan Prabowo-Gibran, bukan tidak mungkin Gerindra bakal menjadi pemenang Pemilu 2024, sekaligus berarti menggagalkan tekad PDIP untuk menang tiga kali berturut-turut.
“Gerindra unggul dan berpeluang memenangkan pemilu, sementara PDIP diprediksi gagal mencetak hattrick,” ungkap Direktur Eksekutif Polmatrix Indonesia Dendik Rulianto dalam press release di Jakarta pada Rabu (15/11).
Menurut Dendik, kenaikan pesat sebelumnya diraih Gerindra pada Pemilu 2014, ketika Prabowo pertama kali berhadapan dengan Jokowi pada Pilpres. Dari hanya kisaran 4 persen atau papan bawah, Gerindra merangsek ke peringkat ketiga dengan suara lebih dari 10 persen.
Pada pemilu berikutnya Gerindra berhasil menggeser Golkar yang kerap menempati posisi runner-up, bahkan pernah menang pada Pemilu 2004.
“Tren kenaikan suara Gerindra bisa jadi akan tercapai pada Pemilu 2024 dengan mengalahkan dominasi PDIP,” tandas Dendik.
“Kemenangan Gerindra sekaligus juga bakal mengantarkan Prabowo sebagai presiden terpilih setelah dua kali kalah pada Pilpres 2014 dan 2019, dan sebagai cawapres berpasangan dengan Megawati pada 2009,” lanjut Dendik.
Baca Juga: PDIP Wajib Kerja Keras, Elektabilitas Ganjar Pranowo Turun Drastis!
Tipologi Gerindra sebagai kendaraan politik tokoh untuk berlaga pada Pilpres mirip dengan apa yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat memerintah dua periode dengan dukungan Demokrat.
“Peneliti asing Indonesianis menyebut fenomena ini sebagai gejala ‘Filipinisasi’ politik, dengan munculnya partai-partai presidensial dan menggeser partai-partai berbasis aliran ideologi warisan tahun 1955,” Dendik menjelaskan.
Demokrat yang telah melewati fase kejayaan dan kegagalan SBY meregenerasi kepemimpinan dengan mengajukan Agus Harimurti Yudhoyono, kini harus puas bertahan pada peringkat kelima dengan elektabilitas 7,1 persen, di bawah Golkar (8,4 persen) dan PKB (7,8 persen).
Baca Juga: Terbukti Melanggar Kode Etik, Bobby Nasution Resmi Dipecat PDIP!
Berikutnya adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengalami peningkatan elektabilitas mencapai 6,5 persen.
“Tampilnya Kaesang Pangarep, salah satu putera Jokowi, sebagai ketua umum mengerek dukungan publik terhadap partai berbasiskan anak muda itu,” ujar Dendik.
Berbeda dengan SBY dan Prabowo yang khusus membentuk partai sebagai kendaraan politik, Jokowi berkiprah melalui PDIP tanpa pernah menempati posisi struktural tertentu. Jokowi bahkan kerap dilabeli “petugas partai” oleh para elite PDIP, termasuk ketua umum Megawati.
“Kini Jokowi telah membangun dinasti politiknya sendiri, dalam waktu yang relatif singkat, di mana putera sulungnya Gibran berpeluang menang berpasangan dengan Prabowo, dan Kaesang memimpin PSI yang juga dikenal sebagai pendukung kuat Jokowi,” terang Dendik.
Berikutnya ada PKS (4,2 persen), PAN (2,7 persen), Nasdem (2,3 persen), dan PPP (2,0 persen). “Berada di kisaran ambang batas parlemen, partai-partai tersebut masih memiliki peluang lolos ke Senayan dengan memperhitungkan margin of error survei,” jelas Dendik.
Sisanya terancam tidak lolos, yaitu Perindo (1,6 persen), Gelora (1,2 persen), dan PBB (1,0 persen). Lalu ada Ummat (0,5 persen), Hanura (0,2 persen), dan Garuda (0,1 persen), sedangkan PKN dan Buruh nihil dukungan, dan sisanya 19,2 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Survei Polmatrix Indonesia dilakukan pada 1-7 November 2023 kepada 2.000 responden mewakili 34 provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling (acak bertingkat) dengan margin of error survei sebesar ±2,2 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: