Pengamat Politik Citra Institute, Efriza buka suara terkait dengan kontroversi soal penetapan matukanya sosok dari Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini menyusul pelaporan lembaga tersebut ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Menurutya, KPU memang tak salah dan harus menerima putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan MK 90). Sebab, putusan tersebut sudah final dan mengikat.
Baca Juga: Survei LSN: Tiga Bulan Jelang Pemilu, Prabowo-Gibran Tak Tergoyahkan
"KPU memang harus menerima berkasnya didasarkan oleh putusan MK, sebab putusan MK adalah bersifat final dan mengikat, hal mana Putusan MK mempunyai kekuatan hukum tetap sejak selesai ditetapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum," kata Efriza, dilansir pada Sabtu (25/11).
Bahkan, Efriza melanjutkan, dalam penetapan administrasi pasangan tersebut, KPU sudaj menunggu proses putusan dari MKMK. Kemudian, merujuk PKPU Nomor 23 Tahun 2023 atas perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Ini menunjukkan KPU berusaha melakukan prosedur dengan baik sesuai regulasi yang ada, sikap yang dipilih oleh KPU sudah baik," ungkapnya.
Menurut Efriza, KPU tidak melanggar prosedur dalam ketika mengikuti putusan MK 90. Dia menilai, KPU sudah menjaga prosesnya dengan baik dan benar.
"Jika melihat prosesnya KPU berusaha untuk tidak melanggar prosedur. KPU sudah berusaha untuk menjaga proses yang dilakukan KPU dengan baik dan benar," katanya.
Baca Juga: KPU Digugat Gegara Tetapkan Prabowo-Gibran, Pengamat: Situasi Serba Salah...
Di sisi lain, Efriza menilai aduan terhadap KPU adalah hal baik dalam proses untuk mengawal pemilu agar berlangsung demokratis sesuai undang-undang dan berbagai regulasi yang mengikatnya.
"Hanya saja pemeriksaan ini diyakini tak akan sedikitpun menghalangi proses setiap tahapan pemilu yang sudah ditetapkan dan dirancang," pungkasnya.
Sebelumnya, 3 aktivis pro demokrasi yakni Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama bersama dengan kuasa hukumnya dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia 2.0, Patra M Zen mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta Pusat, Kamis (16/11).
Baca Juga: KPU Resmi Tetapkan Nomor Urut, Anies-Muhaimin Dapat Nomor Satu
Mereka menuding KPU telah melakukan pelanggaran kode etik terkait penerimaan berkas dan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.
"Kami ke DKPP itu untuk mengajukan pengaduan atau laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU. Terkait penerimaan berkas dan penetapan saudara Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dalam Pemilu tahun 2024," ujar Advokat TPDI 2.0, Patra M Zen di kantor DKPP.
Sementara, Masyarakat sipil atas nama Amunisi Peduli Demokrasi melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 (Putusan MK 90) yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
Amunisi Peduli Demokrasi menilai KPU mendukung putusan MK yang tidak mencerminkan nilai demokrasi melalui penerbitan Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2023.
"Kami meminta kepada Bawaslu untuk bersikap responsif dan menindaklanjuti terhadap segala bentuk kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam tahapan pembentukan regulasi oleh KPU RK, khususnya dalam pembentukan PKPU 23/2023 yang mengandung cacat hukum serius," kata Ketua Tim Advokasi Amunisi Peduli Demokrasi Kurnia Saleh di Kantor Bawaslu, Jakarta.
Baca Juga: Gibran bin Jokowi Tak Nongol di Dialog Publik Muhammadiyah, Prabowo Sampaikan Permohonan Maaf
PKPU Nomor 23 Tahun 2023 dinilai menjadi potret penegasan posisi KPU, dan aturan tersebut dianggap cacat formal dan substansial.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar