Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Butuh Regenerasi, Ekosistem Sawit Rakyat Turut Perlu Diperhatikan Jokowi

        Butuh Regenerasi, Ekosistem Sawit Rakyat Turut Perlu Diperhatikan Jokowi Kredit Foto: Antara/Makna Zaezar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang kelapa sawit harus benar-benar serius. SDM perkebunan sawit rakyat mandiri perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah Indonesia.

        Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia Darmono Taniwiryono menyampaikan, berbicara tentang SDM, perkebunan besar swasta hingga nasional, baik di hilir maupun hulu itu tidak bermasalah. Sebab, mereka merupakan korporasi sehingga pengelolaan SDMnya jauh lebih bagus.

        Baca Juga: Demi Wujudkan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, PTPN Group Lakukan Inovasi Lewat NB House

        “Namun tentunya yang menjadi masalah adalah terutama SDM untuk perkebunan sawit rakyat yang mandiri itu. Jadi itu yang memang kemudian perlu mendapat perhatian yang serius,” dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (1/12).

        Menurut dia, permasalahan petani perkebunan rakyat adalah soal edukasi. Petani perkebunan rakyat kebanyakan hanya sebatas lulusan SD agau SMP, sehingga sejak awal mula penanaman bibit sudah banyak keliru. 

        “Ancaman yang paling besar di perkebunan rakyat adalah marena permasalahan regenerasi. Kebanyakan, putra putri petani sawit itu memang tidak tertarik untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh orang tuanya tapi ini tidak terjadi di perkebunan sawit saja, ini saya kira hampir di seluruh pertanian ya. Di sawah pun sekarang sudah jarang anak-anak muda kaum milenial yang kemudian ingin bekerja di sawahnya,” jelas dia. 

        Sebetulnya, kata dia, langkah pemerintah memberikan pelatihan kepada petani dan adanya program beasiswa untuk sawit di perguruan tinggi sudah tepat. Bahkan program ini sudah berjalan sejak 2016 silam.

        Namun, sayangnya kondisi saat ini berbeda dengan 25 tahun atau 30 tahun yang lalu. Kemajuan teknologi cenderung membuat kaum milenial generasi baru kurang menyukai dengan pekerjaan-pekerjaan yang koto dan keras, seperti yang dilakukan oleh generasi sebelumnya atau orang tua mereka. 

        “Mereka lebih menyukai bekerja di perkebunan besar dan belum mau sepenuhnya untuk Kembali ke kampungnya untuk menjadi petani seperti yang kita harapkan,” imbuh Darmono. 

        Baca Juga: Emiten Sawit Milik Konglomerat TP Rachmat Kantongi Pinjaman Rp1,32 Triliun

        Untuk itu, tentunya permasalahan ini harus carikan solusi. Bukan dengan memaksakan kehendak kepada mereka tetapi dengan menyiapkan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan minat mereka yang masih berhubungan dengan kelapa sawit tentunya.

        Misalnya, lanjut dia, melalui kemajuan teknologi informasi dan digitalisasi, pengelolaan kebun di masa depan bisa terjadi pergeseran. Di Malaysia, contoh dia, sekarang terjadi kesulitan dalam memperoleh tenaga kerja. 

        “Tenaga kerja menjadi sangat mahal apalagi beberapa waktu yang lalu terdampak covid, banyak sekali tenaga dari luar negeri yang di pulangkan dari Malaysia dan saya kira kesulitan tenaga kerja seperti yang di Malaysia ini juga akan terjadi di Indonesia karena pergeseran nilai tadi,” jelas dia. 

        Baca Juga: Sawit dalam Kesejahteraan Nasional: Transformasi Melalui Hilirisasi dan Kolaborasi

        Menurut Darmono, apabila kaum milenial sudah tidak mau lagi kerja kasar di perkebunan, solusinya tentu ke depan adalah mengembangkan teknologi mekanisasi aplikasi. 

        “Saya kira itu yang perlu dilakukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang di kebun karena ada pekerjaan pemupukan, pemanenan, pekerjaan pengangkutan buah, yang semua adalah pekerjaan-pekerjaan yang berat. Kemudian mereka melihat kerjaan itu tentunya tidak tertarik tapi ini merupakan solusi yang harus kita lakukan, melakukan mekanisasi ke depan, digitalisasi, kemudian implementasi penggunaan teknologi,” lanjut dia. 

        Seperti yang diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, luas perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 14,99 juta hektar pada 2022. Jumlah ini meningkat 2,49% dari tahun sebelumnya. 

        Dari luasan lahan dan besarnya Industri kelapa sawit, sektor ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan 16 juta tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung. Guna memastikan keberlangsungan sektor sawit RI, SDM Unggul yang terlibat berperan besar dalam mencapai sasaran-sasaran strategis terutama untuk peningkatan kompetensi dan kapasitas pekebun.

        Sawit Berkelanjutan

        Dengan adanya mekanisasi aplikasi, kata Darmono, cita-cita mewujudkan sawit yang berkelanjutan dari hulu ke hilir tentu akan tercapai. Sekarang, teknologi maju sudah di terapakn di program-program industri hilir kelapa sawit. 

        Baca Juga: BPDPKS Raih Award Kemitraan UKMK dan Petani Sawit Milenial dari Aspekpir

        “Memang yang timpang adalah penerapan teknologi atau mekanisasi di perkebunan, sebagai contuh untuk menghadapi permasalahan elnino yang sering sekali kita hadapi 5 tahun sekali, itu sebetulnya tidak bisa kita lakukan tanpa mekanisasi karena mitigasi elnino itu terkait erat dengan pengelolaan lahan itu, jadi pengelolaan lahan kebun itu harus dilakukan dengan mekanisasi,” tandas dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: