Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gibran, SGIE, dan Lafal Singkatan Bahasa Asing

        Gibran, SGIE, dan Lafal Singkatan Bahasa Asing Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pertanyaan Gibran kepada Cak Imin tentang cara menaikkan peringkat Indonesia dalam SGIE pada debat cawapres pada 22 Desember 2023 menjadi perbincangan publik di media sosial. Di X (Twitter) SGIE bahkan menjadi topik tren (trending topic) setelah acara debat itu setidaknya hingga tengah malam.

        Ada dua hal yang membuat singkatan SGIE menjadi pembahasan publik di media sosial. Pertama, Gibran dianggap menjebak Cak Imin dengan pertanyaan tentang singkatan yang tidak populer tanpa menyertakan kepanjangannya. Karena itu, Gibran dianggap meniru Jokowi pada debat Pilpres 2014, ketika bertanya tentang TPID kepada Prabowo. Kedua, Gibran dinilai salah melafalkan singkatan SGIE sehingga membuat Cak Imin tidak memahaminya. Gibran melafalkan SGIE dengan pelafalan singkatan bahasa Indonesia, padahal SGIE singkatan bahasa Inggris, yaitu singkatan State of the Global Islamic Economy. Karena itu, menurut pengkritik Gibran, Gibran seharusnya melafalkan SGIE dengan lafal singkatan bahasa Inggris.

        Baca Juga: Survei Polling Institute: Prabowo-Gibran Kuasai Ceruk Pemilih Jokowi di Pemilu 2019

        Mengenai pembahasan pertama, Gibran sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Ia menanyakan singkatan itu kepada Cak Imin karena menganggap Cak Imin, sebagai pemimpin partai Islam, memahami singkatan dalam bidang ekonomi syariah tersebut. Gibran tidak menanyakan hal itu kepada Mahfud karena tahu bahwa singkatan tersebut bukanlah istilah dalam bidang yang Mahfud tekuni. Dengan memilih Cak Imin sebagai sasaran pertanyaan tentang singkatan itu, Gibran sebenarnya ingin menguji kedalaman pengetahuan Cak Imin tentang bidang yang konon digeluti oleh Cak Imin.

        Sebagai contoh, Emil Dardak sebagai orang yang berlatar belakang pendidikan ekonomi syariah mengaku tahu dengan singkatan SGIE. Saat ditanya oleh Effendi Gazali dalam “Kesan Effendi Gazali soal Debat Cawapres Perdana” (TVOnenews.com, 23 Desember 2023) apakah Emil melihat Google untuk mengetahui SGIE, Emil mengaku tidak melihat Google. Ia mengaku tahu singkatan SGIE karena merupakan lulusan ekonomi syariah. Emil juga tahu kepanjangan dari singkatan ISEF ketika diuji oleh Effendi Gazali tentang singkatan di bidang ekonomi syariah tersebut, yaitu Indonesia Sharia Economic Festival. Artinya, orang yang berkecimpung di bidang ekonomi syariah, seperti Emil, memang akrab dengan singkatan seperti SGIE dan ISEF. Maka, dapat dikatakan wajar jika Gibran berasumsi bahwa Cak Imin tahu singkatan SGIE tanpa menyertakan kepanjangannya.

        Meskipun begitu, Gibran atau siapa pun yang menggunakan singkatan yang tidak populer seharusnya menyertakan kepanjangannya ketika bertanya kepada orang lain atau berbicara. Tujuannya ialah agar lawan bicara memahami dengan baik tuturan atau pertanyaan sehingga dapat pula menjawabnya dengan baik.

        Perihal pembahasan kedua, Gibran sudah benar melafalkan SGIE dengan lafal singkatan bahasa Indonesia, yaitu /es-ge-i-e/, bukan dengan lafal singkatan bahahsa Inggris, yaitu /es-ji-ai-i/. J.S. Badudu menjelaskan persoalan itu pada esai “Lafal Kata-Kata Singkatan” dalam bukunya, Membina Bahasa Indonesia Baku Seri I (1981). Tulisan itu diterbitkan ulang dengan versi yang lebih pada esai “Bagaimana Kata Singkatan Dilafalkan” dalam bukunya, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar (1983).

        Badudu mengatakan bahwa singkatan asing dilafalkan sesuai dengan pelafalan huruf dalam bahasa Indonesia. Karena itu, menurutnya, singkatan air conditioner, AC, seharusnya dilafalkan /a-ce/. Mengenai /a-se/, baginya, pelafalan seperti itu merupakan pelafalan ala Belanda karena huruf /c/ dalam bahasa Belanda dilafalkan /se/.

        Guru Besar Linguistik Universitas Padjajaran itu mengutarakan bahwa banyak orang yang tidak atau belum dapat menerima pelafalan kata-kata singkatan yang berasal dari bahasa asing dengan cara Indonesia. Misalnya, ada orang yang tidak setuju singkatan BBC dari bahasa Inggris, British Broadcasting Corporation, dilafalkan /be-be-ce/. Orang tersebut menginginkan agar kata singkatan itu dilafalkan/dibaca sebagaimana orang Inggris melafalkannya /bi-bi-si/.

        Menurut Badudu, anggapan itu tidak benar. Ia berpendapat bahwa tiap bahasa di dunia ini melafalkan singkatan sesuai dengan nama-nama huruf di dalam abjad bahasa itu. Ia mencontohkan orang Inggris melafalkan BBC dengan /bi-bi-si/, sedangkan orang Belanda melafalkannya dengan /be-be-se/ sesuai dengan nama-nama huruf itu dalam bahasa Belanda, sekiranya singkatan itu terdapat di dalam kalimat bahasa Belanda.

        “Kalau kita bertahan pada pendirian bahwa lafal singkatan kata-kata asing itu seharusnya sesuai dengan nama-nama huruf di dalam abjad bahasa yang bersangkutan, pastilah kita akan menemui banyak kesulitan di dalam praktek. Syukurlah bila kita tahu bagaimana nama huruf di dalam abjad bahasa itu, misalnya bahasa Inggris atau bahasa Belanda. Bagaimana sekiranya singkatan itu berasal dari bahasa asing yang tidak kita kenal, misalnya bahasa Norwegia, Cekoslowakia? Kita tentu akan menemui kesulitan,” tutur Badudu.

        Badudu benar bahwa tiap bahasa di dunia ini melafalkan singkatan sesuai dengan nama-nama huruf di dalam abjad bahasa itu. Sebagai contoh, dalam bahasa Indonesia, singkatan nama mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, dilafalkan /es-be-ye/. Sementara itu, mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, melafalkan singkatan SBY dengan /es-bi-wai/, sesuai dengan pelafalan huruf dalam bahasa Inggris.

        “Esbiwai (lafal SBY dalam bahasa Inggris), dia memanggil Esbiwai. Obama itu memang anak Menteng Dalam,kata SBY, dalam berita berjudul “Esbiwai, Cara Obama Sapa Presiden SBY” (Tempo.co, 15 Januari 2014). Obama melontarkan sapaan tersebut dalam pertemuan East Asia Summit pada November 2011 di Indonesia. Ketika itu SBY dan Obama berbincang santai pada jamuan makan siang bersama pemimpin negara lain.

        Kadang-kadang kita orang Indonesia ini lucu dalam melafalkan singkatan. Kita tidak hanya melafalkan singkatan bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, sesuai dengan pelafalan dalam bahasa itu, tetapi juga melafalkan singkatan bahasa Indonesia dengan pelafalan bahasa Inggris, itu pun dengan tidak tepat. Misalnya, kita melafalkan TV, singkatan televisi, dengan /ti-fi/. Lucunya lagi, kita tidak konsisten melafalkan singkatan TV, seperti dalam nama-nama stasiun televisi di Indonesia. Sebagai contoh, kita menyebut SCTV dengan /es-ce-te-fe/ dan TVRI dengan /te-fe-er-i/. Kita hanya membaca /ti-fi/ pada nama TV One, padahal TV dibaca /ti-vi/ dalam bahasa Inggris.

        Kita juga gagap melafalkan singkatan bahasa Inggris. Misalnya, dalam melafalkan singkatan ILC, kebanyakan orang Indonesia melafalkan acara yang dipandu Karni Ilyas itu dengan /i-el-si/. Padahal, kalau mengikuti kaidah pelafalan huruf dalam bahasa Inggris, kita seharusnya membaca ILC dengan /ai-el-si/.

        Karena itu, saran Badudu tersebut benar adanya. Kita lebih baik melafalkan singkatan dari bahasa asing dengan pelafalan huruf dalam bahasa kita. Penutur bahasa lain pun akan melafalkan singkatan bahasa asing dengan pelafalan huruf dalam bahasanya, seperti yang dilakukan Obama ketika melafalkan singkatan SBY. Penutur bahasa Inggris pun akan melafalkan singkatan Negara Kesatuan Republik indonesia (NKRI) dengan /en-kei-ar-ai/, bukan /en-ka-er-i/. Penutur bahasa Inggris akan sulit menyebut /en-ka-er-i/ karena pengaruh pengetahuan dan kebiasaan mereka terhadap pelafalan huruf bahasa bangsa mereka.

        Kalau mengikuti saran Badudu tentang cara melafalkan singkatan dari bahasa asing, kita akan mendapati kemudahan dan tidak akan mempermalukan diri sendiri. Bayangkan betapa repotnya kita jika melafalkan singkatan bahasa Inggris sesuai dengan pelafalan huruf dalam bahasa Inggris. Betapa rumitnya melafalkan WWW (world wide web) dengan /dabelyu-dabelyu-dabelyu/, betapa susahnya melafalkan UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dengan /yu-en-eich-si-ar/, dan betapa sukarnya melafalkan WHO dengan /dabelyu-eich-ou/.

        Baca Juga: Konsolidasi Barisan RFG Sultra, Mantapkan Kemenangan Sekali Putaran Prabowo-Gibran

        Berdasarkan penjelasan tersebut, orang-orang yang menyalahkan Gibran melafalkan SGIE dengan lafal singkatan bahasa Indonesia sebaiknya belajar bahasa Indonesia dulu sebelum menyalahkan orang lain. Sudah menyalahkan orang dengan penuh semangat, merekalah yang ternyata salah menurut ahli bahasa Indonesia. Kalau melakukan itu, saya pasti malu.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: