Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Didebatkan Mahfud MD dan Gibran bin Jokowi, Begini Kata Peneliti Soal Greenflation

        Didebatkan Mahfud MD dan Gibran bin Jokowi, Begini Kata Peneliti Soal Greenflation Kredit Foto: Ist
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Istilah Greenflation mendadak jadi perbincangan setelah diangkat pada Debat Cawapres yang berlangsung Minggu (21/1/24). Adapun tema debat yang diusung adalah Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa.

        Adalah sesi tanya jawab antara Cawpres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka yang menanyakan ke Cawapres Nomor urut 3 Mahfud MD soal Greenflation. Sesi antara mereka berjalan dengan tensi tinggi karena Gibran tak menjelaskan istilah asing dsj, Gibran pun ketika menjelaskan ulang menyinggung soal gelar Profesor yang dimiliki Mahfud di mana menurutnya profesor harus tahu segalanya.

        "Ini tidak saya jelaskan karena beliau kan seorang profesor. Oke, greenflation adalah inflasi hijau, sesimpel itu," ucap Gibran saat debat.

        Soal Greenflation yang disinggung dalam debat ini juga disoroti Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Indonesia Deni Friawan blak-blakan menilai adanya kurang pemahaman dari penanya (Gibran) tentang apa yang ditanya.

        Baca Juga: Gibran Peduli Greenflation, Pakar TKN Jelaskan Dampak Negatif Jika Tidak Diurusi

        Menurutnya, Gibran malah fokus pada Demo Rompi Kuning di Perancis atas klaimnya mengenai greenflation.

        “Di debat kemarin memang ada istilah itu, sayangnya yang bertanya juga sebenarnya nggak ngerti-ngerti amat tentang Greenflation,” jelasnya dalam “CSIS Media Briefing: Menanggapi Debat Keempat Capres-Cawapres” yang diselenggarakan pada Senin (22/1/24).

        Menurut Deni, Greenflation terkait dengan apakah transisi energi akan menyebabkan inflasi atau membuat harga-harga naik.

        Di beberapa penelitian menurut Deni hal tersebut tidak selalu terjadi.

        “Misalnya ada working paper baru dari european bank, judul papernya apakah transisi energi akan menyebabkan inflasi. Di paper itu dijawab tidak selalu demikian, malah justru sebaliknya bahwa transisi energi bisa menyebabkan deflasi atau penurunan harga barang jadi murah, tergantung bagaimana ekspektasi konsumen dan kebijakan pemerintahnya,” jelasnya.

        Baca Juga: Apa Itu Greenflation?

        Deni memberikan contoh kebijakan yang umumnya dilakukan pemerintah terkait greenflation ini misalnya tax (Pajak) dan subsidi.

        Menurutnya, jika pemerintah mau mendorong ke arah green transtion yang ramah lingkungan dengan cara subsidi untuk membuat barang lebih murah atau keringanan pajak, itu yang terjadi malah harganya jadi lebih bisa bersaing malah bisa jadi lebih murah.

        “Contoh kasus kenapa mobil hybrid di Indonesia masih mahal karena pajaknya double jadi mahal, kalau kebijakan seperti itu pasti inflationary presure tinggi, kalau ada subsidi lebih murah itu malah sebaliknya malah baik, jadi tergantung ekspektasi dan kebijakan pemerintah,” ungkapnya.

        Sementara itu, Dradjad Wibowo yang merupakan anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran dan pakar ekonomi senior dari INDEF mempertanyakan jawaban Mahfud soal Greenflation yang ditanyakan Gibran.

        Baca Juga: Peneliti Soroti Gibran bin Jokowi: Tidak Semua Masalah Jawabannya Hilirisasi!

        Dradjad Wibowo menekankan bahwa greenflation bukanlah konsep yang sederhana. Istilah ini merujuk pada peningkatan harga yang terjadi akibat biaya mahal dalam transisi ke ekonomi hijau. Ini merupakan salah satu bentuk inflasi dorongan biaya atau cost-push inflation, yang sering menjadi pembahasan di kalangan ilmuwan, aktivis, pebisnis, dan politikus yang fokus pada keberlanjutan.

        Indonesia, yang memiliki potensi panas bumi kedua terbesar di dunia, hanya memanfaatkan sekitar 9,8 persen dari potensinya. Menurut Dradjad, salah satu kendala utamanya adalah biaya produksi listrik tenaga panas bumi yang signifikan lebih mahal dibanding PLTU batu bara.

        "Kendala utama adalah biaya produksi listrik tenaga panas bumi yang 50 persen lebih mahal dibanding PLTU batu bara, bahkan bisa dua kali lipat lebih mahal dalam beberapa estimasi," jelas Drajad dalam keterangannya, Senin (22/1/2024).

        Adapun Mahfud menjawab dengan menjelaskan soal ekonomi hijau terkait pertanyaan Greenflation yang memunculkan gimmick Gibran “clingak-clinguk” karena merasa Mahfud tidak menjawab pertanyaan anak Jokowi tersebut.

        "Ekonomi hijau itu adalah ekonomi sirkuler ya, di mana sebuah proses pemanfaatan produk ekonomi pangan atau apa produksi apa pun diproduksi kemudian dimanfaatkan, di-recycle," jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bayu Muhardianto
        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: