Di mata dunia, pastilah Indonesia cukup sulit dilepaskan dengan sawit. Menurut Statista, Indonesia memasok lebih dari setengah jumlah sawit yang ada di dunia, yaitu sekitar 45,5 juta metrik ton. Angka yang dicatat oleh USDA justru lebih tinggi, yaitu 47 juta metrik ton.
Hal itu membuat sawit menjadi cukup strategis bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Kebijakan Fiskal tahun 2019 dan 2022, sawit tercatat berkontribusi sebesar 3,5% terhadap PDB nasional dan 13,5% terhadap ekspor non migas. Rantai industri sawit juga telah terbukti menyerap sebanyak 5,2 juta tenaga kerja dan berpengaruh langsung pada lebih dari 21 juta jiwa.
Baca Juga: Pembentukan PalmCo Dinilai Buat PTPN Lebih Fleksibel Dalami Bisnis Sawit
Sayangnya, industri sawit Indonesia masih dihadapkan pada regulasi yang tumpang tindih dari pemangku kebijakan, yang turut mempengaruhi tata kelola sektor strategis ini. Bahkan, dalam hal regulasi, Indonesia masih kalah dengan Malaysia yang produksinya tidak mencapai setengah dari total produksi Indonesia.
Seperti yang dipaparkan oleh Muhamad Ihsan selaku CEO dan Chief Editor Warta Ekonomi Group, Malaysia telah mendirikan lembaga khusus bernama Malaysian Palm Oil Board (MPOB) untuk mengurusi berbagai kebijakan mengenai sawit. Sementara itu, kebijakan sawit di Indonesia masih tersebar pada 31 kementerian dan lembaga. Celakanya, kebijakan pada masing-masing kementerian dan lembaga tersebut kerap tumpang tindih dan membuat implementasi menjadi rumit.
Latar belakang inilah yang diangkat oleh Warta Ekonomi dalam menggelar Seminar Sawit Nasional “Urun Rembug Stakeholder Sawit: Membangun Lembaga Otoritas Khusus Agar Tak Lagi Rumit”.
Warta Ekonomi merasa perlu adanya komunikasi yang mewadahi keterlibatan inklusif dari berbagai pihak terkait pendirian lembaga khusus sawit di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai regulator untuk menjaga keberlangsungan dan memperkuat industri kelapa sawit nasional dari hulu hingga hilir.
Sebagai pembicara utama, Dida Gardera selaku Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis menyampaikan bahwa usulan mengenai lembaga otoritas khusus mengenai kelapa sawit sebenarnya telah muncul sejak tahun 2018. Ketika itu, muncul dua opsi yaitu pengoptimalan fungsi BPDP kelapa sawit atau membangun kelembagaan baru.
Dida juga menyampaikan bahwa pemerintah telah mendorong percepatan sertifikasi ISPO untuk memastikan perkebunan kelapa sawit Indonesia dikelola secara berkelanjutan. Hingga 13 Desember 2023, total sudah ada 4,08 juta lahan kelapa sawit yang memenuhi sertifikasi ISPO.
Dalam akhir katanya, Dida mengucapkan terima kasih kepada Warta Ekonomi Group dan seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyelenggaraan seminar sawit ini.
Baca Juga: Tak Libatkan Negara Produsen Sawit, Indonesia Nilai Kebijakan EUDR Berdampak Multidimensi
Dalam Seminar ini, turut hadir Musdalifah Machmud selaku Ketua Forum Pejabat Senior CPOPC, M. Hadi Sugeng selaku Sekretaris Jenderal GAPKI, Gulat Manurung selaku Ketua Umum DPP APKASINDO, Dedi Junaedi selaku Wakil Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI), dan Tungkot Sipayung selaku Direktur Eksekutif PASPI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Laras Devi Rachmawati
Editor: Aldi Ginastiar