Banyaknya kota di Indonesia yang sudah tidak memiliki layanan angkutan umum merupakan alarm bahwa Indonesia berada dalam kondisi darurat angkutan umum.
Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, yang menjelaskan bahwa makin terpuruknya keadaan angkutan kota dalam provinsi (AKDP), angkutan perkotaan, angkutan perdesaan merupakan indikasi bahwa transportasi Indonesia berada dalam kepunahan eksistensinya.
“Banyak kota di Indonesia sudah tidak memiliki layanan angkutan umum,” urai Djoko dalam keterangan tertulisnya yang diterima Warta Ekonomi, Senin (24/6/2024).
Namun, kondisi tersebut berbanding terbalik dengan makin membaiknya moda angkutan umum jarak jauh misalnya bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dengan berbagai kelas seperti sleeper bus, eksekutif bus, dan double decker. Serta, menjamurnya berbagai bisnis angkutan travel antar kota atau Angkutan Jemput Antar Perkotaan (AJAP) lantaran di Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera sudah terintegrasi dengan jaringan jalan tol.
Sementara itu, dari 38 ibukota provinsi, Djoko menyebut baru 15 kota saja yang mencoba untuk membenahi angkutan umum berbadan hukum dan diberikan melalui subsidi APBD. Seperti Jakarta dengan TransJakarta nya, Banda Aceh dengan Trans Koetaradja, Jawa Timur (Jatim) dengan Trans Jatim, dan Banjarmasin dengan Trans Banjarmasin. Akan tetapi, masih banyak pemerintah daerah (pemda) yang masih tergantung dengan bantuan APBN.
“Porsi anggaran subsidi transportasi tahun 2024 melalui DIPA Kementerian Perhubungan Rp4,39 trilun (35,7%). Sedangkan melalui DIPA Kementerian Keuangan sebesar Rp7,9 triliun (64,3%), meliputi public service obligation (PSO) Perkeretaapian Rp4,7 triliun (59,4%) dan PSO Transportasi Laut Rp3,2 triliun (40,6%),” kata Djoko.
Pengajar Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah, itu memaparkan bahwa anggaran subsidi transportasi di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terbagi-bagi. Di antaranya untuk Perhubungan Laut Rp1,95 triliun, Perhubungan Darat Rp1,49 triliun, Perhubungan Udara Rp750 triliun.
Kemudian untuk Perkeretaapian Rp200,09 miliar yang dirinci untuk subsidi KA Perintis di delapan lintas. Djoko memaparkan, anggaran subsidi transportasi di dalam DIPA Kemenhub masuk dalam kategori kegiatan. Sehingga sulit untuk ditambah.
Baca Juga: PT JIEP Hadirkan Layanan Angkutan Umum di Kawasan Industri Pulogadung
“Lebih memungkinkan menambah subsidi transportasi di dalam DIPA Kemenkeu,” saran dia.
Layanan angkutan umum yang buruk, tegasnya, tidak hanya berdampak buruk pada kemacetan lalu lintas saja, melainkan juga menyebabkan pencemaran udara, banyaknya kecelakaan lalu lintas, kesehatan, dan ekonomi biaya yang tinggi.
Tak hanya itu, berdasarkan penelitian dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB), Jawa Tengah pada 2024 ini menjelaskan bahwa layanan angkutan umum yang buruk berdampak pada angka putus sekolah dan perkawinan usia dini yang meningkat.
Pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini juga menjelaskan buruknya layanan transportasi umum di suatu daerah menyebabkan sejumlah perumahan subsidi mangkrak. Sehingga, masyarakat enggan membeli rumah tersebut walaupun sudah mendapat subsidi lantaran tidak adanya transportasi umum di sekitar tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: