Bursa Karbon Mulai Positif, OJK: Transaksi Sudah Capai Rp36,8 Miliar
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi menyebutkan hingga 22 Juni 2024 perdagangan karbon melalui bursa karbon mencatatkan perkembangan yang positif dengan total transaksi mencapai 609 ribu ton CO2 ekuaivalen senilai Rp36,8 miliar. Hal ini ia ungkapkan pada webinar "Perdagangan dan Bursa Karbon Indonesia 2024" yang diadakan oleh Gatra Media secara virtual, Selasa 23/07/2024.
Pada fase pertama perdangan karbon ini, OJK mencatat terdapat tiga proyek yang telah terdaftar di bursa karbon, antara lain proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 Pertamina Geothermal Energy, proyek Pembangkit Listrik Bahan Bakar Gas Bumi Muara Karang serta Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Mini Hydro Gunung Bugul.
Baca Juga: Jokowi: Industri Kreatif Indonesia Dimulai dari Anak-anak
”Dari unit karbon yang tersedia atas proyek-proyek tersebut telah terjadi transaksi yaitu sebesar 609.000 ton CO2 ekuivalen atau senilai Rp36,8 miliar dengan total frekuensi sebesar 85 kali dan jumlah unit karbon yang telah di-retired sebesar 417.000 ton CO2 ekuivalen,” kata Inarno.
Sedangkan dari sisi pengguna, Inarno menaksir hingga saat sudah terdapat 68 entitas institusi.
”Perdagangan unit karbon di Bursa Karbon tersebut menentukan perkembangan yang cukup menggembirakan jika dibandingkan dengan perkembangan Bursa Karbon di kawasan seperti Malaysia maupun Jepang yang memerlukan waktu. Tapi tentunya dibandingkan dengan hal tersebut masih tetap kecil dan masih tetap harus perlu upaya-upaya untuk meningkatkan hal tersebut,” lanjut Inarno
Di kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan pihaknya siap mendorong peningkatan perdangan karbon di Indonesia.
Hal ini penting dan akan menjadi salah satu peta jalan mencapai Net Zero Emission di tahun 2060 atau lebih cepat sejalan dengan komtimen Indonesia pada Paris Agreement. Dadan optimis hingga tahun 2030 implementasi perdagangan karbon dapat mereduksi emisi gas rumah kaca (GRK) hingga mencapai 100 juta ton Ekuivalen.
”Berdasarkan peta jalan perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik yang telah kami susun, dengan adanya perdagangan karbon ini maka berpotensi dapat mengurangkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar lebih dari 100 juta ton ekuivalen di tahun 2030,” ujar Dadan.
Baca Juga: IHSG Senin Ditutup Menguat, Bursa Asia Justru Didominasi Rapor Merah!
Dadan menjelaskan, perdagangan karbon di subsektor tenaga listrik akan diselenggarakan dalam tiga fase. Fase pertama 2023-3034, fase kedua 2025-2027, dan fase ketiga 2028-2030.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Aldi Ginastiar