- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Padahal Kunci Atasi Krisis Pangan, Penerapan Benih Hasil Rekayasa Genetik Masih Terhambat Regulasi
Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Kementerian Pertanian (Kementan) dan CropLife Indonesia (CLID) berkolaborasi menekankan pentingnya pemahaman teknologi untuk mendongkrak sektor pangan di Indonesia.
Kedua pihak bekerja sama menghadirkan sarasehan “Pertanian Berkelanjutan dan Adopsi Teknologi Modern” yang mana menekankan bahwa bioteknologi bisa menjadi solusi ancaman krisis pangan hingga lonjakan harga kebutuhan pokok yang terjadi. Salah satu yang kedua belah pihak dorong adalah Produk Rekayasa Genetik (PRG).
Baca Juga: Bapanas Serukan Stop Boros Pangan Demi Penuhi Ketahanan Pangan Nasional
Kepala PPVTPP, Dr. Ir. Leli Nuryati mengatakan bahwa benih hasil rekayasa memiliki keunggulan tersendiri yang membuatnya begitu diminati oleh petani. Namun terdapat hambatan seperti regulasi, pengembangan hingga komersialisasi yang perlu diperhatikan oleh semua pihak.
“PRG nyatanya sangat dinantikan oleh petani kita. Pada dasarnya mereka sangat siap untuk mengelola varietas unggulan ini," ungkapnya, dilansir dari keterangan tertulis yang diterima Kamis (01/08/2024).
Namun terdapat hambatan seperti regulasi, pengembangan hingga komersialisasi yang perlu diperhatikan oleh semua pihak. Hal ini juga yang membuat Indonesia bisa dikatakan terlambat dalam hal pengembangan bioteknologi untuk pangan.
"Tugas kita adalah memastikan proses pelepasan yang sesuai aturan dan prosedur, serta meminimalisir produk palsu yang merugikan petani juga masyarakat,” jelas Leli.
Baca Juga: Bukan Hanya Babat lahan, Lumbung Pangan di Merauke akan Manfaatkan Teknologi Smart Farming
Senada, Direktur Eksekutif CropLife Indonesia Agung Kurniawan mengatakan Indonesia baru memiliki 10 varietas benih bioteknologi yang telah mendapat persetujuan penggunaannya, dan itu pun masih dalam skala terbatas. Sepuluh benih tersebut adalah delapan (8) jenis jagung PRG, satu (1) kentang PRG, dan satu (1) tebu PRG.
“Regulasi yang ketat masih jadi kendala utama para peneliti di lapangan. Ditambah, ada kemungkinan ketika benih tersebut berhasil dikomersialisasi, tantangan yang dihadapi para petani sudah berubah. Padahal dari sisi petani, mereka sudah sangat antusias dan siap untuk mengadopsi teknologi ini secepatnya,” jelasnya.
Agung mencontohkan keberhasilan beberapa negara Asia, seperti Vietnam dan Filipina, yang telah mengadopsi bioteknologi dan mengalami peningkatan produksi pertanian hingga 30%.
Baca Juga: Bukan Hanya Babat lahan, Lumbung Pangan di Merauke akan Manfaatkan Teknologi Smart Farming
Penerapan benih bioteknologi memungkinkan petani untuk meminimalisir potensi kehilangan hasil tani karena dirangcang untuk memiliki sejumlah keunggulan seperti lebih resisten terhadap hama, gulma, penyakit, ataupun kondisi lingkungan yang ekstrem.
Dengan pemanfaatan benih bioteknologi ini, potensi kehilangan hasil pertanian bisa ditekan hingga 10%, yang berarti ada peningkatan produksi panen yang signifikan bagi petani di lahan terbatas.
Baca Juga: TJSL PLN Peduli Cetak Lapangan Kerja dan Kembangkan UMK Secara Nasional
"Pencapaian ini menunjukkan potensi besar bioteknologi dalam memperkuat ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Kami berharap sinergi antara berbagai pihak ini dapat mendorong pengembangan dan komersialisasi benih bioteknologi di pasar, sehingga para petani dapat merasakan dampak positif yang sama seperti di negara-negara lain," tegas Agung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: