Menurut data dari CoinTelegraph, jaringan Layer-2 Ethereum mengurangi biaya transaksi hingga 15 kali lipat dibandingkan dengan Layer-1 Ethereum, hal ini menjadikannya lebih efisien untuk digunakan dalam aplikasi DeFi, NFT, dan game blockchain.
Berdasarkan laporan dari ConsenSys, Ethereum terus menunjukkan perkembangan dalam adopsi teknologi blockchain di berbagai sektor. Salah satu contoh utamanya adalah peluncuran jaringan Layer-2, yang berfungsi sebagai solusi scaling untuk Ethereum. Dirancang untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi transaksi di blockchain, semakin banyak diadopsi oleh pengguna dan pengembang.
William Sutanto selaku CTO INDODAX, yang juga aktif dalam advokasi industri Web3 mengomentari keunggulan Ethereum sebagai blockchain dengan validator terbanyak, mengalahkan Solana.
Baca Juga: Pemulihan Harga Bitcoin dan Kenaikan Ethereum Bukti Pasar Kripto Masih Dilirik Investor
“Ethereum mampu memfasilitasi inovasi baru di dunia keuangan, seperti DeFi yang mengubah cara kita melakukan saving dan lending secara transparan tanpa campur tangan organisasi manapun,” jelas William di event ETH Genesis Block : The Dawn of Ethereum, yang dikutip di Jakarta, Minggu (4/8/2024).
Ethereum, sebagai salah satu platform blockchain terbesar di dunia, telah mengalami perubahan signifikan setelah upgrade terbaru. Peningkatan ini mencerminkan komitmen Ethereum untuk terus berinovasi dan mengatasi tantangan dalam lanskap blockchain dan cryptocurrency yang dinamis.
Ethereum juga dikenal karena, kemampuannya mendukung smart contracts dan aplikasi terdesentralisasi (DApps). Membedakannya dari blockchain lain seperti Bitcoin, dimana Ethereum lebih fokus pada transaksi mata uang digital.
"Visinya ETH itu salah satunya adalah fokus ke DApps, artikulasi DApss sendiri lagi di-push bersama-sama untuk terus dikembangkan, sementara untuk jaringan sudah cepat dan murah," papar Mario, founder komunitas Web3 Parallax.
Prediksi terhadap ETF Ethereum juga menunjukkan tanda-tanda positif. ETF Ethereum diperkirakan akan mengalami kenaikan, didorong oleh likuiditas baru yang terus masuk, terutama dari pasar Amerika Serikat. Hal ini akan memudahkan akses ke Ethereum dan mendukung stabilitas harga, yang merupakan berita baik bagi investor dan developer di Indonesia.
Baca Juga: Reku: ETF Ethereum Spot dan Adopsi Institusional Dongkrak Ekosistem Kripto
Investor dari Amerika Serikat, baik institusi maupun ritel, kini lebih mudah untuk membeli kripto seperti Ethereum karena adanya likuiditas baru yang masuk ke pasar keuangan.
Namun, ada kendala terkait dengan ETF Ethereum. ETF ini tidak menggunakan Ethereum yang di-staking, yang menjadi masalah bagi investor, terutama institusi.Mereka tidak hanya mencari capital gain dari investasi di Ethereum, tetapi juga ingin mendapatkan yield tambahan dari staking Ethereum.
Mendapatkan keuntungan tambahan dari Ethereum bisa kita dapatkan melalui teknik Dollar Cost Averaging (DCA). Melakukan teknik DCA di fitur investasi rutin Indodax dapat mengurangi risiko volatilitas pasar. Dengan cara ini, investor membeli lebih banyak unit saat harga rendah dan lebih sedikit unit saat harga tinggi, yang dapat membantu menurunkan biaya rata-rata per unit dari waktu ke waktu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman