Sejak pandemi COVID-19 melanda pada awal tahun 2020, The Fed mengambil langkah drastis dengan menurunkan suku bunga acuan mendekati 0%. Langkah ini dilakukan untuk merangsang ekonomi yang terkontraksi akibat pandemi, dengan tujuan mendorong pinjaman, investasi, dan konsumsi.
Pada Maret 2020, The Fed menurunkan suku bunga sebesar 150 basis poin hingga mencapai level 0,25%. Selain itu, mereka juga melanjutkan program pembelian obligasi untuk mendukung pertumbuhan dan inflasi.
Namun, pada tahun 2021 hingga 2022, dengan adanya pemulihan ekonomi dan peningkatan inflasi yang signifikan, The Fed mulai menaikkan suku bunga secara bertahap. Sejak Maret 2022, The Fed tercatat telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 11 kali dengan total kenaikan mencapai 525 basis poin.
Memasuki tahun 2024, dengan inflasi Amerika Serikat yang mulai mendekati target 2%, The Fed diprediksi akan memangkas suku bunga acuannya untuk pertama kalinya sejak pandemi. Langkah ini diambil untuk menyeimbangkan antara pengendalian inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan moneter The Fed memiliki implikasi yang signifikan bagi ekonomi Indonesia. Penurunan suku bunga di Amerika Serikat dapat mempengaruhi aliran modal global, termasuk ke Indonesia. Saat suku bunga di AS lebih rendah, daya tarik investasi di sana menurun, sehingga modal cenderung beralih ke negara dengan suku bunga yang lebih tinggi, seperti Indonesia.
Baca Juga: BCA Prediksi Suku Bunga The Fed Turun 0,25% Bps Bulan Depan
Untuk menjaga daya tarik investasi dan mencegah arus keluar modal yang besar, Bank Indonesia (BI) biasanya merespons dengan ikut menurunkan suku bunga acuan. Penurunan suku bunga oleh BI pada akhirnya akan berdampak pada berbagai aspek perekonomian domestik. Suku bunga yang lebih rendah dapat mendorong pertumbuhan kredit, konsumsi, dan investasi, yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.
Namun, di sisi lain, penurunan suku bunga juga dapat memicu inflasi jika tidak diimbangi dengan pengendalian permintaan yang efektif. Selain itu, penurunan suku bunga secara agresif dapat meningkatkan risiko terjadinya gelembung aset, terutama di sektor properti.
Penurunan suku bunga oleh The Fed juga dapat mempengaruhi nilai tukar Rupiah. Secara umum, penurunan suku bunga di Amerika Serikat cenderung melemahkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara lain, termasuk Rupiah. Pelemahan dolar AS dapat memberikan dukungan terhadap nilai tukar Rupiah. Namun, dampak ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, seperti kondisi ekonomi domestik, aliran modal asing, dan sentimen pasar yang cukup kompleks.
Dengan demikian, penurunan suku bunga The Fed pada bulan September 2024 diperkirakan akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian global dan Indonesia. Bank Indonesia perlu mengambil langkah yang tepat untuk menyeimbangkan antara menjaga stabilitas ekonomi dan memanfaatkan peluang yang muncul dari perubahan kebijakan moneter di Amerika Serikat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait: