Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Beri Kritik pada PP No.28/2024, Peritel Merasa Kemenkes Abai

        Beri Kritik pada PP No.28/2024, Peritel Merasa Kemenkes Abai Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang telah disahkan oleh Presiden Jokowi, menuai tanggapan dari sejumlah pelaku usaha ritel. Mereka menyoroti perlunya pendekatan yang lebih edukatif dalam pelaksanaan peraturan tersebut, terutama terkait penjualan produk tembakau kepada konsumen dewasa.

        Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsun Atmo, menyatakan bahwa para pelaku usaha ritel telah lama berkomitmen untuk menjual produk tembakau hanya kepada konsumen dewasa, sesuai dengan PP Nomor 109 Tahun 2012 yang mengatur tentang perlindungan anak dari produk tembakau. Menurutnya, upaya ini merupakan inisiatif mandiri dari para peritel, yang selama ini belum mendapatkan edukasi khusus dari instansi terkait.

        "Kami bersama 27 organisasi lainnya telah mendeklarasikan bahwa rokok bukan untuk anak-anak, dan para pelaku ekonomi rakyat telah mematuhi peraturan pemerintah yang berlaku. Untuk mengurangi konsumsi rokok, seharusnya pemerintah lebih fokus pada edukasi, bukan hanya pada pelarangan penjualan," jelas Ali.

        Ali juga menambahkan bahwa PP 28/2024 dapat berdampak pada penghidupan ekonomi rakyat, termasuk potensi penyempitan lapangan kerja yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Ia mengkhawatirkan bahwa pelarangan ini bisa menciptakan celah bagi praktik-praktik tidak resmi yang berpotensi merugikan para pelaku usaha.

        Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (AKRINDO), Anang Zunaedi, menyampaikan bahwa pedagang ritel dan koperasi telah menjalankan aturan yang berlaku, termasuk pembatasan usia jual beli produk tembakau dan penempatan produk di lokasi tertentu untuk memastikan hanya konsumen dewasa yang dapat mengaksesnya.

        Baca Juga: Target Penerimaan Cukai Naik, Industri Hasil Tembakau Makin Harap-Harap Cemas

        Anang juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini belum ada edukasi khusus dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait larangan penjualan produk tembakau kepada anak di bawah umur. Sebaliknya, edukasi mengenai hal ini lebih banyak diperoleh dari pihak industri.

        “Justru kami mendapatkan materi edukasi dari pihak industri, salah satunya penempelan stiker batasan usia untuk penjualan produk tembakau, bukan dari pihak kesehatan. Kami juga belum pernah diajak sosialisasi oleh Kemenkes, sampai PP ini disahkan pun tidak pernah diajak duduk bareng. Kami sudah beberapa kali mengirim surat untuk bahas dari RPP Kesehatan sampai sekarang disahkan pun tidak pernah diundang,” keluhnya.

        Anang juga menyoroti efektivitas program Kemenkes, seperti hotline quit smoking, yang menurutnya masih minim edukasi di lapangan. Ia menekankan pentingnya keterlibatan semua pemangku kepentingan dalam memastikan efektivitas kebijakan pemerintah.

        “Saya lihat memang tidak efektif karena minimnya edukasi dari Kemenkes atau dinas sosial terkait,” ungkapnya.

        "Kami berharap Kemenkes lebih memaksimalkan edukasi dan gerakan kepada masyarakat, terutama anak-anak, daripada membatasi pergerakan pelaku usaha yang sudah menjalankan aturan dengan baik," tegasnya.

        Baca Juga: P3M Anggap Ada Pelanggaran UU Kesehatan Pada RPP Kesehatan Produk Tembakau

        Ketidaksepahaman ini menunjukkan adanya kekurangan dalam inisiatif pelibatan pemangku kepentingan untuk memastikan efektivitas kebijakan yang dijalankan pemerintah. 

        Anang menilai, ketimbang membatasi pergerakan dan aktivitas pelaku usaha yang telah mematuhi peraturan dengan baik, Kementerian Kesehatan seharusnya lebih fokus pada upaya edukasi dan kampanye kepada masyarakat, terutama kepada anak-anak secara menyeluruh.

        Dalam penutupnya, Anang menyatakan bahwa AKRINDO akan terus menyuarakan penolakan terhadap PP 28/2024 dan berharap agar peraturan tersebut dapat ditinjau kembali untuk memastikan perlindungan terhadap pelaku usaha kecil dan menengah.

        “Aturan ini akan menekan omzet kawan-kawan UMKM setidaknya 50%. Oleh karena itu, kami dari AKRINDO menolak dan akan terus menyuarakan supaya PP 28/2024 ini bisa dibatalkan,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Amry Nur Hidayat

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: