Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meminta Kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia beserta jajarannya untuk memperhatikan tiga program prioritas yang harus dijalankan secara serius.
Pertama, Joko Widodo meminta program hilirisasi yang saat ini sedang dilaksanakan agar terus dijalankan dan jangan pernah mundur dengan alasan apapun mengingat dampak positif yang ditimbulkan terhadap komoditinya itu sendiri dan multiplier efek yang menyertainya.
"Kementerian ESDM dan sektor ESDM. Sektor ESDM merupakan sektor yang sangat strategis dan memiliki potensi yang sangat besar, sektor yang memberikan multiplayer efek yang besar bagi perekonomian nasional," kata Presiden Jokowi dalam sambutan di malam puncak Hari Jadi Pertambangan dan Energi Ke-79 (HUT PE), Kamis (10/10/2024) lalu.
Baca Juga: Bahlil Lahadalia Janji Akan Naikkan Tukin Pegawai Kementerian ESDM
Kementerian ESDM, lanjut Presiden, memberikan kontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sangat besar bagi Indonesia mencapai setidaknya Rp1.800 triliun dalam 10 tahun terakhir.
"Kita tahu sejak tahun 2014 sampai hari ini, PNBP yang diterima oleh negara dari ESDM berarti 10 tahun, besar sekali, kurang lebih Rp1.800 triliun. Kalau melihat dua tahun yang lalu, 2022 itu Rp348 triliun, kemudian di tahun 2023 itu Rp229 triliun, bertahunya juga sangat besar sekali," ungkapannya.
Presiden Jokowi juga menegaskan, program hilirisasi yang sudah dilaksanakan Kementerian ESDM dan meminta untuk terus dilaksanakan dan jangan ditunda karena peningkatan nilai tambah selain dapat meningkatkan nilai tambah komoditi yang besar juga dapat menyerap tenaga kerja.
"Program peningkatan nilai nilai tambah di sektor ESDM sangat penting sekali karena nilainya sangat besar sekali dan peningkatan nilai tambahnya harus dilakukan di dalam negeri, added value harus ada di dalam negeri, bukan mentahan yang kita kirim, raw material yang kita kirim, kemudian yang menikmati negara-negara lain, gak bisa seperti itu, gak bisa lagi seperti itu. Kesempatan kerja malah tercipta di sana, keuntungan malah mereka yang menikmati. Enggak bisa," tegas Jokowi.
Menurutnya, Indonesia sudah terlalu lama hampir 400 tahun mengirimkan bahan mentah dan negara maju sebagai penerima menikmati besaran nilai tambah yang dihasilkan. "Kita tidak bisa melompat menjadi negara maju. Inilah yang sering saya sampaikan, pentingnya hilirisasi industrial dan smelting, penting sekali. Jangan ada yang mundur untuk satu masalah ini, dengan alasan apapun," tutur Jokowi.
Selain hilirisasi, Presiden Joko Widodo juga menyoroti pentingnya meningkatkan produksi minyak dan gas dalam negeri. Ia menegaskan agar lifting minyak tidak boleh dibiarkan terus turun, karena hal tersebut akan meningkatkan impor dan menguras devisa negara.
"Begitu produksi turun, uang yang dikeluarkan kita besar sekali. Saya baru tadi siang juga mendengar Menteri Keuangan, ini lifting minyak kita enggak boleh dibiarkan turun terus seperti ini. Karena kalau kita hitung kelihatannya hanya kecil, turun 50 mboepd. Tetapi kalau dihitung ke uang, impor kita, impor minyak kita, import gas kita, itu ratusan triliun yang harus kita keluarkan. Artinya divisa kita hilang," ungkap Presiden.
Untuk itu, Presiden meminta badan usaha baik Pertamina, Badan Usaha Milik Negara, swasta maupun melalui kerja sama dengan pihak asing untuk berupaya meningkatkan lifting migas kita. "Semuanya dilakukan, jangan sampai lifting minyak kita, kita biarkan turun seberapa pun, seliter pun enggak boleh, harus naik, setiap tahun harus naik," tegasnya.
Baca Juga: Pertanian hingga Impor, Rachmat Gobel Ajukan Tiga Solusi untuk Atasi Deflasi
Terakhir, Presiden meminta Kementerian ESDM untuk memangkas perizinan lebih sederhana agar tidak membuat investor berpaling berinvestasi di Indonesia.
"Berkaitan dengan regulasi. Ini juga hati-hati. Regulasi harus mulai disederhanakan, mulai disimpelkan agar investasi datang ke negara kita, kesempatan kerja terbuka, kemudian eksplorasi bisa, semuanya ikut dan akhirnya, tadi kembali itu, lifting minyak dan gas kita menjadi naik," ujar Presiden.
"Tanpa penyederhanaan izin, tanpa membuat simpel regulasi yang kita miliki, sangat sulit kita bersaing, berkompetisi dengan negara-negara lain. Karena sekali lagi, ini saya sampaikan, ke depan negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat. Bukan negara besar mengalahkan negara kecil, bukan negara kaya mengalahkan negara berkembang, tapi negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat," tutup Presiden.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Belinda Safitri