Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyampaikan rasa khawatirnya terhadap dampak penerapan regulasi Uni Eropa terkait anti-deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) terhadap petani kecil sawit di Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Bidang Kampanye Positif GAPKI, Edi Suhardi, dalam diskusi publik dengan The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Baca Juga: Industri Sawit Minta Penundaan Kebijakan Biodiesel B50
Menurut dia, EUDR akan lebih merugikan para petani kecil, khususnya petani swadaya, dibandingkan para pengusaha ataupun perusahaan besar sawit. Hal ini dikarenakan, para perusahaan besar umumnya telah mempunyai kapasitas dan sumber daya yang memadai untuk memenuhi persyaratan keberlanjutan yang ditetapkan oleh EUDR.
Maka dari itu, pihaknya menyarankan agar pemerintah beserta seluruh pemangku kepentingan lebih fokus pada pemberdayaan petani kecil agar mereka tidak tertinggal dalam rantai pasok yang semakin menuntut keberlanjutan.
“Kita harus fokus bagaimana memberdayakan petani kecil agar tidak tertinggal dan tidak ditinggalkan dalam arus rantai pasok perusahaan-perusahaan Indonesia yang memang memiliki komitmen tinggi untuk memenuhi persyaratan EUDR ini,” kata Edi.
Kendati EUDR akan meningkatkan beban administrasi serta pendataan bagi perusahaan sawit. Namun Edi mengaku optimis bahwa kinerja ekspor sawit Indonesia ke pasar Eropa tidak akan terpengaruh secara signifikan.
Baca Juga: Bisa Tekan Ekonomi, Minimnya Kesadaran Petani Sawit Soal EUDR
Dia menilai bahwa perusahaan-perusahaan besar yang merupakan pemain utama di pasar Eropa telah terbukti mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan regulasi dan standar keberlanjutan.
“Malah (perusahaan sawit Indonesia) tetap menjadi produsen minyak sawit yang tersertifikasi RSPO (Roundtable on Suistanable Palm Oil), sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan bagi ekspor sawit Indonesia ke Eropa,” ungkapnya.
Perusahaan swasta nasional menurutnya dapat memanfaatkan sertifikasi RSPO yang telah dimiliki untuk memenuhi persyaratan EUDR. Perusahaan, melalui mekanisme segregasi, dapat memisahkan bahan baku yang bermasalah dan memastikan bahwa produk yang diekspor ke Eropa telah memenuhi standar keberlanjutan yang ditetapkan oleh EUDR.
Baca Juga: Gulat Manurung Beberkan Cara untuk Hadapi EUDR
Ekonom Senior INDEF, Fadhil Hasan, dalam acara yang sama, mengakui bahwa pengetahuan para petani tentang EUDR masih minim.
Kurangnya pemahaman petani terhadap regulasi tersebut menurutnya bisa berdampak signifikan terhadap perekonomian daerah. hal ini dikarenakan ketidakmampuan para petani untuk memenuhi persyaratan EUDR yang akan menghambat ekspor produk sawit ke pasar Eropa. Sehingga, hal itu berpotensi mengurangi pendapatan petani dan daerah.
Baca Juga: IPOC 2024: Menguatkan Posisi Kelapa Sawit dalam Pasar Global
Selain edukasi terkait implementasi EUDR, Fadhil mengatakan bahwa para petani juga perlu diberikan dukungan finansial, teknis, serta pelatihan untuk menjalankan regulasi tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar